Rabu, 02 Juli 2014

Tentang Bagaimana Aku Mencintaimu.

Kau yang saat ini menguasi tiga perempat pikiranku, pernahkan kau merasa bahwa aku tengah memperhatikanmu dari kejauhan. Pernahkah kau berpikir bahwa ada yang mencintaimu saat ini. Akan kujelaskan bagaimana bisa aku mencintaimu saat ini, bagaimana aku bisa mencintai orang yang tak pernah aku tahu sebelumnya, yang tak pernah aku tahu bagaimana suara dan senyumnya bahkan namanya. ini semua berawal dari salah satu teman kita. Akan aku ceritakan.
Ketika itu hari Senin, 28 April 2014. Prodi kita berpisah untuk penelitian, prodiku mengadakan kunjungan ke Balai Bahasa Bali. Sedang kau kunjungan ke sekolah. Aku tidur sepanjang perjalanan dari hotel ke balai bahasa dan dari balai bahasa menuju Kintamani karena kelelahan. Hatiku masih kosong tak berisi ketika itu, yang aku pikirkan saat itu aku ingin cepat-cepat pulang karena merindukan adikku yang bungsu. Dalam perjalanan ke Kintamani guide bus kami menjelaskan bahwa ada larangan tidur siang setiap hari senin karena jodohnya akan jauh nanti, entah itu benar atau tidak. Aku langsung bangun dan menatap pemandangan di jendela kiri. Pemandangan yang luar biasa.
Pikiranku mulai melayang pada kejadian saat makan siang di Restaurant Bromo Asri, ketika aku mengisi daya handphoneku. Aku membiarkan handphoneku mengisi daya sementara aku pergi makan siang. Ketika aku mengecek handphoneku ternyata ada yang mencoba membobol sandi handhoneku. Aku kaget ketika itu, karena ada peringatan tertulis layar. Aku mencoba menerka-nerka kemungkinan yang terjadi. Aku mulanya berpikir ada yang berniat mencuri handphoneku, tetapi kalau dipikir lagi rasanya tidak mungkin. Kalau memang ada pencuri yang ingin mengambil handphoneku pasti ia tidak akan berusaha membobol sandi, langsung cabut beres. Lagi pula banyak handphone yang lebih mahal di sana. Handphoneku Cuma handphone murah.
Kemungkinan lainnya ada yang Kepo. Tapi siapa? Memang ada?. Lalu, aku mendapatkan kemungkinan lain yaitu, karena banyak yang mengisi daya di sana. Asal tumpuk, maka mungkin saja handphoneku tergesek sana sini. Hingga besar kemungkinan, sandi handphoneku seolah-olah ada yang membobol. Aku mendapat jawaban atas masalah handphoneku. Pikiranku kembali pada perjalan menuju Kintamani.
Setibanya di sana dan makan siang, aku merasa ada sesuatu yang mengganjal. Seperti ada yang mengamatiku, namun entah siapa. Aku tak tahu, namun aku mengacuhkan. Mungkin hanya perasaanku saja. Selesai makan siang dan kembali ke Bus menuju desa Penglipuran. Seorang temanku duduk di sampingku lalu berkata, “Sanel, lu dapet salam dari A****, eh eh bukan. Dari A***. Eh.” Dia berkata seolah bingung, aku hanya menatapnya datar. Bingung juga dengan tingkahnya. Dia kesal melihat tingkahku itu. “Lo bego ya nel. Budek Lo.”, aku malah tambah bingung di tambah lagi itu hari pertama menstruasiku. Aku Cuma berkata, “Gak tau, L**. Gue lagi bingung.” Lalu aku mengacuhkannya, dan berpura-pura tidur sampai ia meninggalkanku.
Sesampainya di desa itu, aku melihat seorang temanmu menepuk kakimu saat aku lewat. Kau sedang berada di pendopo ketika itu, aku hanya melirik. Entah siapa yang di maksud oleh temanmu, karena ada banyak orang di sana. Lalu, ketika aku sibuk mencari tasku yang hilang (dibawa oleh salah satu temanku), aku melihatmu sedang merokok di dekat Bus. Aku melewatimu namun mulai berpikir, itu namanya siapa ya, bukannya itu si A****. Tapi, gak tau deh. Bener gak sih itu yang namanya A****. Aku mulai mengingatmu dan mulai memikirkan apa yang dikatakan oleh L***. Lalu, aku mulai melihatmu dimana-mana. Di resto saat makan malam, saat aku membeli minuman di pasar swalayan, di toilet, di bangku tunggu saat akan menonton pertunjukan tari kecak, sepulangnya dari desa itu. Mungkin sebenarnya aku yang memperhatikanmu.
Ketika di pantai Jimbaran, aku mulai benar-benar memperhatikanmu. Dari jarak meja ke panggung, aku mulai mencari-carimu. Kau bernyanyi, aku menikmati. Kita kau bernyanyi, aku bertanya pada seorang temanku. “Itu yang nyanyi siapa, Cek?”aku ingin tahu siapa kau sebenarnya. Benarkah kau yang bernama A**** atau bukan, lalu dia mulai bercerita banyak tentangmu. “Oh, itu. Si A****. Anak Bekasi dia. Gua pernah ketemu dia pas gua sama Iwan di Galaxy. Dia anak Band, liat aja gayanya. Orangnya rada aneh, masa dia ngeliatin gua kaya orang bingung pas ketemu di Galaxy. Kaya kenal gitu kali ya. Hahahaha.” Aku hanya ber-Oh ria ketika ia bercerita banyak tentangmu. Aku langsung tersenyum manis.
Ternyata benar, itu kamu yang benama A****. Aku mulai memperhatikanmu tanpa suara lebih dalam dari yang sebelumnya. Aku mulai jatuh cinta ketika kau meminta api lampion. Aku merasa benar-benar bahagia ketika itu. Tiba-tiba aku ingat semua, saat aku berteriak “Ih, tatonya bunga. Lucu.” Saat pementasanmu ketika itu. Aku mulai menandai wajahmu saat kita berpapasan di pendopo seusai pementasanmu. “Inikan yang pake tato bunga.” Aku mulai menyadari keberadaanmu di jurusan ketika itu. Sebelumnya aku pikir kau kakak kelas yang suka nongkrong di pendopo. Aku berpikir kau sangat manis ketika itu. Ada perasaan gemas ketika melihatmu. Tapi, hanya sekedar lucu-lucuan saja. Bahkan aku tak berminat menanyakan namamu ketika itu. Baru ketika malam keakraban itu aku merasa mengenalmu.
Hal ini menggelikan buatku, aku merasa seperti orang bodoh. Aku mengingat-ingat apakah aku pernah mengenalmu, berpapasan denganmu sebelum malam itu. Mulai senyum-senyum sendiri ketika ingat kejadian kau yang meminta api lampion. Aku mulai berpikir bahwa memang kau menyukaiku seperti yang dikatakan L***. Siapa sih yang gak GeeR, ketika aku lewat teman-temanmu langsung heboh, paling tidak diantara mereka menyenggolmu. Teman-teman kelasmu mulai bertanya-tanya “Yang namanya Sanel, mana sih.” Aku tak mengerti kenapa mereka menanyakan aku. Apa aku jadi bahan perbincangan mahasiswa satu angkatan. Bahkan aku mendengarnya sendiri saat sarapan pagi di hotel. Bahkan, di saat makan siang di salah satu restaurant di Tanah Lot temanmu menepukmu ketika ada aku yang duduk di dekatmu. Yang aku tahu kamu tak pernah jauh dariku, bahkan saat di kapal penyeberangan pun kamu tak jauh dariku, dimanapun selama perjalanan itu kamu tak pernah jauh. Lalu, aku benar-benar merasa sayang ketika kita ada di Jogja. Kita menghabiskan malam bersama walaupun tanpa bicara. Kau bicara dengan teman-temanmu sementara aku mengamatimu.
Lalu, aku benar-benar dibuat hancur ketika temanku bercerita bahwa kau mencintai gadis lain. Bukan aku. Selama ini aku hanya salah menyangka. Selama ini aku hanya salah menafsirkan. Bukan aku yang kau perhatikan tapi S*****. Harusnya aku sudah menduga hal itu, karena memang banyak orang lain disekitar kita kan. Aku menangis mendengar kabar itu. Namun, enath mengapa aku benar-benar merasa menjadi orang bodoh sekarang. Orang yang perasa, gampang GeeR, salah pengertian. Aku menahan geli pada diriku sendiri, betapa bodohnya aku. Ternyata bukan aku, tapi dia yang sudah punya kekasih hingga membuatmu bingung harus bagaimana.

Tapi, hingga saat ini aku masih mencintaimu. Menunggumu menemukan hatimu kembali, sebelum akhirnya aku akan menyambut kepulanganmu. Aku masih menunggumu, menemukan hatimu kembali. Satu yang aku pelajari dari semua kejadian ini, aku gak boleh gampang Geer lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar