Minggu, 20 Juli 2014

Aku (Tidak) Cantik

Aku sadar diri aku bukan perempuan cantik yang dipuja-puja laki-laki, yang tak akan menarik minat siapapun untuk sekedar menjahiliku ketika aku lewat atau sedang sendiri. Aku punya wajah bulat dan berminyak, kulitku sawo matang, aku punya bibir yang tebal, hidung besar dan mata kecil serta tubuh yang gemuk. Jauh dari standar cantik seperti diiklan-iklan kosmetik atau model-model catwalk dan majalah.

Aku tahu aku tidak menonjol dibandingkan teman-temanku, gaya berpakaianku begitu-gitu saja dari dulu. Celana jeans, flat shoes, kaus, jaket, sweater atau cardigan. Tidak terlalu banyak pakaian yang cocok untukku, gaya berpakaianku memang harusnya begitu tidak macam-macam meniru fashion yang cocoknya dipakai oleh orang-orang semampai.

Bukannya aku tak berusaha untuk bisa tampil cantik, aku sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi memang dari sananya begitu mau diapakan lagi. Aku sudah pernah ikut program diet ini itu tetap saja gagal. Kalaupun ternyata kurusan malah jadinya seperti orang yang menderita penyakit parah dan tak akan pernah sembuh lagi. Itu semua dikarenakan tulang-tulangku yang besar. Jadi yang mampu aku lakukan hanya menjaga pola makanku supaya tidak berlebihan. Tapi asyiknya, ketika semua perempuan khawatir gemuk karena banyak makan, aku tidak merasakan hal itu. Karena mau aku makan sebanyak apapun berat badanku tak akan bertambah begitu juga sebaliknya aku mau makan sekali sehari dengan setengah centong nasi ataupun tidak makan berhari-hari berat badanku tidak akan turun juga. Itu semua karena sewaktu SMA aku mengonsumsi banyak obat agar bisa sembuh. Aku rutin mengonsumsi obat-obatan tersebut selama 2,5 tahun. Selama aku mengonsumsi obat-obatan tersebut berat badanku naik drastis sampai 10 Kg, padahal makanku sedikit sekali waktu itu memang ternyata obat-obatan yang aku konsumsi mempunyai efek seperti itu, tidak nafsu makan tapi berat badan terus bertambah. Aku mulai tidak percaya diri. Tubuhku terlalu gemuk. Aku mulai berdiet, tapi usahaku sia-sia. Berat badanku tak pernah turun seperti yang aku harapkan. Dari sejak kejadian berat badanku bertambah 10 Kg sampai sekarang berat badanku tak pernah berubah.

Selain masalah wajah dan berat badan, aku juga punya masalah dengan rambut. Rambutku tak pernah bisa tumbuh panjang, karena jika rambutku melebihi punggung maka ia akan rontok dan akhirnya timbul masalah baru rambutku menipis dan botak. Jadi lebih baik di potong pendek, selain itu juga rambutku seperti singa, mudah kering. Kalau tertiup angin langsung berantakan gak karuan. Dulu aku sempat sedih, sewaktu SMA dulu aku sempat merasa tersingkirkan dari teman-temanku. Mereka punya rambut panjang yang indah. Waktu itu lagi booming banget Bonding dan Smoothing. Tapi aku gak bisa seperti mereka, rambutku terlalu sensitif, jadi mudah rontok. Aku tak bisa bergaya seperti mereka. Rambutku selalu di potong bob ala Dora atau shagy.

Tapi aku pernah terharu oleh sebuah pembelaan teman laki-laki di sekolahku dulu. Teman-teman perempuanku pernah berkata, "Kita mah rambutnya panjang semua dong. Kita gak nerima cewek yang rambutnya pendek. Gak cantik." Aku sempat ingin menangis saat itu, "Cowokkan sukanya sama cewek yang rambutnya panjang." Aku terhenyak seperti ada yang menusuk tepat di jantungku. Akhirnya aku kembali duduk di bangkuku. Teman laki-laki di sekolahku langsung menghampiri ketiga perempuan tadi, memaki mereka. Dia membelaku di depan kelas. Dia berkata seperti ini, "Gue lebih suka sama perempuan yang rambutnya hampir botak dari pada sama perempuan yang rambutnya bagus tapi gak bisa menghargai orang lain." Rangakaian kalimat itu selalu kuingat. Saat dia membelaku, aku meneteskan air mata di mejaku. Ia menghampiriku kemudian, dan ini selalu kuingat. Ia berkata, "Gue tau lu pasti sakit banget. Lu pasti mau keliatan kaya mereka. Tapi sumpah gue lebih suka cewek yang apa adanya, gak terlalu begini-begitu ngikutin tren. Malah kadang keliatan norak kalo kaya gitu. Gue pengen ngeliat lu ngelukis lagi dong. Kalo lu lagi ngelukis itu keliatan adem banget deh." Aku hanya bisa tersenyum, ia berhasil menghiburku. Semenjak itu aku menjadi akrab, sampai-sampai saat dia bertengkar dengan kekasihnya aku yang menjadi penengah. Aku sempat iri saat melihat kekasihnya, ia memiliki standar kecantikan seperti di ikalan kosmetik.

Suatu ketika ketika rambutku panjangnya sudah menyentuh bahu, aku langsung menemuinya dan memberitahu bahwa rambutku sudah panjang sekarang. Ia menyentuh rambutku lalu seperti orang yang baru saja mendapatkan harta karun, ia meloncat-loncat menyelamatiku. Keesokan harinya ia membawakan aku sebuah bandana berwarna merah dan penjepit rambut. Katanya kekasihnya yang membelikan ini, aku dan kekasihnya berteman akrab. Kami sering pergi bersama, ia juga sangat perhatian kepadaku. Ia sering mengingatkanku, agar jangan bersedih. Cantik bukan seperti yang ada di iklan atau majalah. Cantik itu adalah menjadi diri sendiri katanya, ia selalu berkata setiap perempuan itu cantik. Apalagi kalau berjilbab, pasti lebih cantik. Dan yang terpenting, ini pesan yang selalu kuingat. Tersenyum selalu membuat perempuan manapun 10 kali lebih cantik dibandingkan dengan perempuan yang memakai make up tapi memasang wajah jutek atau cemberut. Yah, dari mereka aku belajar percaya diri. Dan mulai percaya bahwa, Aku cantik. Terserah apa kata orang yang bilang aku (tidak) cantik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar