Kamis, 28 Agustus 2014

Evolusi Diri


Aku melalui jalan yang panjang untuk bisa seperti ini. Mulai dari perempuan kaku yang tidak bisa tersenyum sampai menjadi seorang yang bisa tersenyum dengan begitu tulus tanpa seorangpun tau bahwa senyum itu sungguh tulus atau hanya topeng belaka. Begitu banyak jalan terjal yang berhasil aku lewati, terlalu banyak alasan untuk menyerah. Namun aku memilih untuk terus maju, sampai tetes darah terakhir. Karena jika nanti aku menyerah bisa dipastikan bahwa itu bukan aku. Dan terakhir aku memutuskan untuk berhijab karena ada sebuah alasan, yang pasti aku telah memilih jalanku sendiri. Walaupun tidak mudah.

Awal aku berhijab memang tidak mudah, karena aku harus mengumpulkan kerudung satu persatu, melatih tubuhku agar terbiasa memakai kerudung, mengubah sikap dan kebiasaan burukku. Walaupun sampai saat ini aku masih belum banyak berubah. Tapi inilah evolusi diriku, mulai dari seekor ulat bulu sampai menjadi kepompong (aku belum menjadi kupu-kupu). 

Evolusi Ika Septiana Sanel:

Aku dan Rambut Panjangku Dulu.
Kata Orang Aku Terlihat Cantik dengan Rambut itu.


Aku dengan Rambutku yang Sebahu.
Katanya Aku seperti Anak-anak dengan Rambut ini.




 Lalu ini adalah ketika rambutku mulai kembali memanjang.


 Akhirmya Rambutku Dipotong Bob Pendek tanpa Poni.
Awalnya Aku Merasa Tidak PD dengan Penampilan Baruku,
Poni yang Selama ini Selalu menutupi Keningku Sudah Tidak ada Lagi.


 Ini adalah Gaya Rambutku yang Pendek dan Berombak.
Gaya Rambut Andalan Ibuku yang Kemudian Aku Tiru.


Nah! Ini Awal Sekali Aku berhijab, Waktu Pertama Kali Masuk Kampus Dulu.


Ini adalah Gaya Hijab Andalanku, karena Aku Masih Belajar Berhijab.
Belum Mahir Mengkreasikan Kerudung.


Akhirnya! Sekarang Aku Bisa Bergaya Ala Hijaber dengan Berbagai Macam Kreasi Hijab.


Inilah Evolusi Diriku. Kamu?


Rabu, 27 Agustus 2014

Mereka Tak Akan Pernah Tahu!

Aku gak akan pernah tau kamu ada dimana, kecuali kalau kamu ada di depan mataku. Aku juga gak pernah tau kamu sedang apa, kamu ada dimana. Karena kita gak pernah saling bicara. Kalau harus terus terang sebenarnya, rasa ini sangat menyiksa. Rindu yang tak pernah terobati, terus mendera sampai aku mati rasa. Aku bukan wanita cengeng yang akan menangis karena cinta, karena aku sudah dilatih mati-matiian agar tidak menangis ketika patah hati. 

Tapi, tahukah kau? Bahwa setegar apapun aku, sebenarnya aku juga pernah menangis. Alasannya bukan karena aku tidak dicintai, tapi karena aku telah jatuh cinta. Ketika hatiku tahu bahwa aku merasakan cinta, disaat itu pula aku merasa takut yang teramat sangat, disaat itu juga aku merasa masuk ke lubang tanpa dasar yang menyiksa. Aku selalu takut ketika merasakan cinta, takut kalau aku akan hancur nantinya. Maka setiap kali aku jatuh cinta, aku menangis menyiksa diriku sendiri. Aku menyiksa diriku dengan menghilangkan segala perasaan cinta, aku tidak boleh jatuh cinta.

Ketika aku lahir sebagai perempuan, aku mulai dilatih untuk bisa terbang tanpa sayap. Mereka mematahkan sayap yang tumbuh pada setiap anak perempuan. Aku dilatih agar tidak menangis saat ditikam, patah tangan, jatuh dari gedung lima puluh lantai. Aku sungguh tak menangis, mereka akan menghukumku dengan siksaan yang lebih berat lagi jika aku terlihat menangis, tapi aku selalu menangis diam-diam, meringis kesakitan. Sambil menengadah ke atas biasanya aku selalu bertanya, mengapa aku dilahirkan untuk menjadi seperti ini?

Aku menangis bukan hanya karena luka fisikku, tapi juga karena luka batin yang terus memborok dan busuk. Luka batin ternyata lebih menyiksa dan selalu membuatku ingin menangis, tapi itu haram untukku. Aku tak boleh jatuh cinta dan tak boleh menangisinya. Aku diciptakan untuk menggadaikan hati dan nurani manusiaku. Aku tak boleh disebut sebut sebagai manusia. Karena jiwa manusiaku telah aku tinggalkan dari belasan tahun yang lalu. Aku dilahirkan untuk menjadi monster haus darah, yang tak akan bersimpati pada siapapun termasuk pada yang kucinta.

Setiap hari aku harus memakai kedokku agar tidak ada yang tahu bahwa mereka sedang berada di dekat monster yang siap mengoyak siapapun yang menjadi targetku, mereka tak akan tahu bahwa orang yang selalu bersikap baik pada mereka adalah orang yang hanya ingin terlihat sebagai manusia. Mereka tak pernah tahu sampai aku membuka kedokku nanti. Samapi kapanpun mereka tak akan pernah mengerti siapa aku, yang mereka tahu aku adalah manusia biasa yang bisa bercerita tentang cinta, tertawa bahagia dan menangis ketika merasa sakit. Mereka tak akan pernah tahu bahwa ketika membalikkan badan aku menjelma menjadi monster berwajah datar tanpa rasa dan hati.

Senin, 25 Agustus 2014

Kisahku dan Laki-laki

Banyak orang yang mengatakan bahwa aku terlalu dingin terhadap lelaki, makanya aku tidak punya pacar. Kata mereka aku terlalu menjaga jarak dengan laki-laki, kata mereka pula aku selalu bersikap kasar pada lelaki maka para lelaki enggan berada dekat-dekat denganku.

Semua itu bukan tanpa alasan, sewaktu aku kecil aku selalu diwanti-wanti oleh ibuku agar berhati-hati dan menjaga jarak dengan lelaki. Ketika aku kelas 1 SD ibuku mewanti-wantiku agar jangan mau ikut dengan orang yang tak dikenal apalagi laki-laki nanti diculik katanya. Lalu saat aku kelas 5 SD ibuku mewanti-wantiku agar jangan terlalu dekat dengan laki-laki, nanti diperkosa katanya.

Karena kata-kata itu selalu terngiang ditelingaku maka aku selalu menjaga jarak dengan laki-laki. Aku sering kali kasar terhadap mereka, saat aku kelas 6 SD salah seorang teman sekelasku diperkosa oleh pamanya. Semenjak saat itu ia tak pernah terlihat lagi di sekolah, kata teman-teman sekelasku ia pindah ke sekolah lain karena keluarganya malu dengan aib itu. Semenjak kejadian itu entah mengapa aku menjadi takut terhadap laki-laki, bahkan aku menganggap mereka musuhku. Aku tak pernah percaya pada ucapan laki-laki hingga kini.

Selain kisah teman SDku ada pula kisah teman SMPku yang harus dikeluarkan dari sekolah karena hamil, ia mengakui kehamilan itu akibat ia diancam oleh pacarnya untuk melakukan hubungan suami-istri. Aku merasa kasihan terhadapnya, dari banyak kisah teman-temanku mulai dari SD sampai sekarang kuliah membuat aku sulit mempercayai laki-laki. Walaupun begitu aku pernah beberapa kali jatuh cinta, tak banyak. Tak habis hitungan sepuluh jari, aku jatuh cinta pada laki-laki. Dan semua itu tak pernah aku ungkapan, karena aku takut aku akan dimanfaatkan oleh mereka.

Aku yang yang dingin dan kaku terhadap siapapun teutama laki-laki, seringkali mengabaikan sinyal-sinyal dari mereka yang mengisyaratkan maksud “Lihat aku, aku menyukaimu.” Beberapa kali laki-laki yang mendekatiku harus hancur berkeping-keping karena sikapku yang dingin. Bahkan ada seorang laki-laki yang harus jatuh prestasinya karena setengah mati jatuh cinta padaku. Tapi bagai orang tak berdosa aku tak apa-apa. Aku berusaha sebaik mungkin bahwa aku tidak bersalah dihadapannya. Dan aku hanya dianggapnya manusia bodoh yang tak mengerti isyarat bahwa ia menyukaiku. Tapi, sebelum sempat ia mengutarakan isi hatinya aku menendangnya jauh-jauh dariku sampai hatinya hancur berkeping-keping tak mau makan dan selalu terliihat lesu.

Pernah juga juga suatu ketika ada laki-laki yang menangis karenaku bukan hanya satu. Memohon perhatianku, tapi seperti orang tanpa dosa aku mengabaikan mereka. Seolah tak terjadi apa-apa. Seolah itu bukan karenaku. Aku memang hanya memiliki satu orang pacar sewaktu dulu, saat itu aku hanya ingin merasa percaya pada laki-laki, tapi kenyataannya aku dicampahkan. Semenjak saat itu aku semakin dingin kepada laki-laki, begitu aku membaca sinyal bahwa mereka mempunyai maksud tertentu untuk mendekatiku, aku segera bertindak bahkan sebelum mereka sempat untuk mendekatiku. Dingin, perlahan tapi menghancurkan mereka dengan sangat perih dan pada akhirnya mereka akan hancur berkeping-keping.

Dulu juga aku pernah mematahkan tangan seorang laki-laki yang bertindak kurang ajar padaku, aku hanjar dia sampai babak belur. Aku hantam tangannya dengan penggaris yang panjangnya satu meter sampai patah menjadi dua. Aku langsung dipanggil oleh BK dan mendapatkan surat peringatanku yang petama. Lalu pernah juga aku bertengkar dengan teman laki-laki sekelasku sampai ia mengeluarkan air mata karena ucapanku yang tajam menyayat. Ada pula temanku yang aku dorong saat ia duduk di penyangga ring basket hingga siku tangan yang ia gunakan untuk menopang tubuhnya keseleo, engselnya keluar dari tempatnya.

Bagitu banyak kekejamanku terhadap laki-laki, tapi yang paling aku ingat adalah aku membalaskan dendam temanku. Ketika itu teman perempuanku adalah orang yang paling sering dibully di sekolah. Tapi ia tak pernah bisa berbuat apa-apa. Aku membalskan dendam teman perempuanku kepada laki-laki yang sering sekali membullynya. Aku mendendang meja yang akan ia duduki sampai ia terjengkang dan tertawa puas. Setelah itu aku menghakiminya aku tumpahkan sumpah serapahku padanya. Dan semenjak itu ia tak mau lagi berdekatan denganku, bahkan ia lebih memilih putar balik jika bertemu denganku. Dan akhirnya dapat dipastikan bahwa semua laki-laki membenciku dan enggan terlibat apapun denganku. Aku menakutkan di mata mereka. Bahkan ada laki-laki yang begitu aku menatapnya dia akan langsung pergi sambil menunduk.

Aku memang jahat, jahat sekali terutama pada laki-laki. Walaupun aku selalu bersikap tenang, sesungguhnya dibalik ketenangan itulah tersimpan sebuah senjata penghancur yang tak pernah diduga siapapun. Dan aku tak pernah bertindak secara terang-terangan, semuanya serba tersembunyi dan rapi. Sehingga tak ada satupun orang yang akan menduga hal itu. Aku akan menghancurkan siapapun yang tak aku inginkan yang telah mengincarku bahkan sebelum mereka maju seinchi menujuku, dengan tenang, dingin, perlahan mereka akan hancur berkeping-keping, kesakitan. Tapi mereka masih akan mengagungkanku. Mereka masih akan menyambutku, menyapaku dengan senyuman termanis mereka, karena yang mereka tau aku adalah nona manis yang tak tau apa-apa, tak berdosa, dan selalu tersenyum polos.

Sabtu, 16 Agustus 2014

Sepi

Mungkin untuk sementara ini aku akan berhenti menulis. Aku sedang berusaha menata hatiku kembali. Entahlah, aku merasa hatiku sangat kosong namun di dalam kepalaku terus terdengar berbagai suara yang tak pernah kumnegerti maknanya.

Rumahku sepi, lingkunganku sepi. Tapi karena sepi itulah aku merasa sangat bising. Aku mendengar banyak suara yang membuatku risau. Aku bisa mendengar detik jarum jam yang terus bergerak, aku mendengar detak jantungku sendiri. Suara kipas angin, suara travo dan suara jangkrik serta katak yang berebut bicara. Aku tak mengerti, mengapa justru sepi selalu menjadi bising tak bermakna. 

Aku rindu kehidupanku.

Aku kesepian. Sepi sekali di hatiku.

Kata Mereka Aku

Kata mereka aku seperti air, selalu tahu kemana harus mengalir.
Kata mereka aku seperti hujan, menyejukan ketika bumi sedang membara.
Namun, sering dikutuk oleh yang tak suka.
Kata mereka aku seperti lotus, yang mampu bernapas di dalam lumpur.
Kata mereka juga aku seperti bunga lily, anggun namun terlihat rapuh.
Kata mereka aku seperti bunga mawar yang menyimpan banyak duri.
Siap mengoyak siapapun yang gegabah.
Lagi-lagi mereka berkata bahwa aku seperti kopi, pahit tapi selalu ingin mengecapnya lagi.
Semua orang suka dan butuh kopi.
Lalu terakhir, teman-temanku berkata: Aku seperti lokasi uji nyali. Banyak yang menyerah setelah mencoba memberanikan diri untuk bertahan.

Hahahahaha... Dasar mereka.

Jumat, 15 Agustus 2014

Hujan

Di rumahku setiap hari selalu turun hujan. Tak tahu mengapa. Hujannyapun aku tak pernah tahu datang darimana. Terkadang hujan gerimis, terkadang hujan badai. Setelah itu akan muncul sebuah pelangi cantik di atap rumah, menandakan bahwa hujan baru saja turun di rumahku. Semua orang heran mengapa hanya rumahku yang selalu dipilih oleh hujan.

Aku hanya dapat berkata kepada mereka bahwa aku sangat menyukai hujan dan aku selalu memintanya turun setiap hari ketika semua orang berharap agar jangan turun hujan. Maka ia memilih rumahku untuk disiraminya setiap hari.

Kamis, 14 Agustus 2014

Takut

Tiba-tiba aku merasa takut. Takut sendirian. Padahal sebelumnya aku tidak pernah merasakan takut akan kesendirian. Pikiran buruk mulai menghantuiku, bagaimana jika aku akan terus sendirian sampai tua nanti. Hanya bersahabat dengan sepi dan malam hari. 

Tiba-tiba aku merasa takut di rumah sendirian, sebelumnya aku tak pernah takut ditinggal sendiri di rumah. Rumah tempat teramanku, tapi bagaimana jika sekarang justru aku sangat takut tinggal di rumah sendirian. Aku merasa takut pada diriku sendiri, aku takut bayanganku dan cermin.

Sungguh aku merasa sangat takut sekarang.

Rabu, 13 Agustus 2014

Laki-laki, Perempuan dan Pakaian

Ada hal yang menarik soal pakaian antara laki-laki dan perempuan. Seringkali perempuan mengeluh tidak mempunyai pakaian padahal ketika kita berkunjung ke rumahnya dan membuka lemari pakaiannya, kita akan menemukan setumpuk pakaian yang ia miliki bahkan terkadang pakaian itu masih memiliki label yang belum di copot.

Hal ini pernah aku temui pada seorang teman perempuanku, sebut saja namanya Grace. Ia selalu mengeluh bahwa ia tidak memiliki pakaian yang bisa ia pakai lagi, maka ia memintaku mengantarnya berbelanja. Dengan senang hati aku menemaninya. Setelah seharian penuh berkeliling di pusat perbelanjaan, aku dianjak mampir ke rumahnya. Iseng-iseng aku membuka lemari pakaiannya, dan wooowww... Di lemari yang memiliki tiga buah pintu itu di penuhi oleh berbagai macam pakaian, tas dan aksesoris lalu di lemari kecil di samping lemari pakaian diisi penuh oleh berbagai macam sepatu dan sendal. Tapi dia selalu mengeluh tidak memiliki pakaian yang bisa ia pakai lagi.

Berbeda dengan laki-laki yang kita kenal sebagai makhluk simpel dan tidak mau repot. Aku juga pernah merasa heran dengan temanku, kita kami akan berlibur ketika itu. Aku dan teman-teman perempuanku membawa tas ransel, tas kecil untuk tempat make up, dompet dan handphone serta sebuah koper. Hampir semua perempuan yang ikut berlibur membawa tiga buah tas. Tapi teman-teman laki-lakiku hanya membawa satu buah tas ransel yang kelihatannya tidak begitu berat. Setelah aku bertanya, jawaban yang aku dapat adalah, “Ngapain ribet-ribet segala bawa koper. Emang kita mau berapa lama sih di sana. Cuma seminggu doang. Bawa kaos tiga lembar juga cukup kok. Kalo celana mah bawa aja satu buat cadangan.”

Oemjihh... Kami yang perempuan, merasa itu terlalu jorok. Tidak mengganti celana selama seminggu, hanya mengganti baju tiga kali selama seminggu. Aku tidak bisa membayangkan betapa gatalnya tubuhku, dan pasti kami yang perempuan merasa menjadi orang yang paling jelek dan kotor sedunia. Tapi teman-teman laki-lakiku berkata, “Kita gak sejorok itu kok. Kalo pas mandi kita sekalian nyuci baju terus kita jemur di kamar mandi. Kalo nyewa cottage gitu malah lebih enak bisa jemur baju di luar.”

Ohhhh... Biarpun aku awalnya merasa mereka terlalu jorok. Tetapi ternyata mereka mencuci pakaian mereka saat mandi. Tidak seperti kami yang perempuan, semua baju kotor dipisah menggunakan kantong plastik yang kami bawa dari rumah. Barulah sepulang dari berlibur kami akan mengeluh karena harus mencuci banyak pakaian.


Ya, begitulah laki-laki dan perempuan.

Selasa, 12 Agustus 2014

Terlalu Sempurna

"Kamu tidak cocok berteman dengan siapapun?"

Ah, mereka selalu saja berkata seperti itu. Memangnya mereka tidak bisa mengintrospeksi diri apa. Memang mereka pikir mereka itu siapa bisa berkata seperti itu kepadaku. Memangnya siapa yang tidak kesal jika barang-barangnya digunakan oleh orang lain tapi tidak dikembalikan ke tempatnya. Seenak saja mereka berkata demikian.

Aku akan selalu marah jika tas kosmetikku tidak di tempatnya, tidak ditutup dan barang-barangnya berceceran di mana-mana. Aku akan marah jika bajuku digunakan tapi tidak di cuci lagi atau paling tidak setelah dipakai tidak digantung atau di taruh di keranjang baju kotor. Aku tidak suka jika ada yang mencuil makananku dengan jari. Aku sering kesal jika air tidak dimatikan, aku sering menggerutu jika pintu belakang tidak ditutup dan aku juga sering kali merajuk jika buku-buku harianku dibaca oleh orang lain. Dan aku sangat tidak suka buku-bukuku dibaca tapi tak dikembalikan ke tempat semula.

Mungkin hal itu sangat remeh bagi orang lain, tapi menurutku itu semua adalah hal yang membantuku bertahan hidup. Aku paling tidak suka jika barang-barang yang kuatur sedemikan rupa tiba-tiba diubah susuanan oleh orang lain, karena dengan begitu aku harus mencari-cari barang-barang itu dan membuat seisi rumah menjadi berantakan sebelum akhirnya aku merapikannya kembali seperti sedia kala. Hal ini membuat energiku terkuras habis dan aku menjadi darah tinggi karena menggerutu seharian penuh.

Setiap orang menyalahkanku karena aku terlalu kaku, tidak toleran, terlalu menuntut kesempurnaan. Bahkan mereka meledekku sebagai golongan darah A virgo yang lahir hari sabtu tanggal 18 september tahun 1993 pukul 1 malam di tengah hujan yang sangat deras di rumah sakit bersalin Ismet dengan panjang 39 cm dan berat 3,6 kg. Ah sudahlah, mereka sering kali kesal kepadaku yang kata mereka selalu menuntut kesempurnaan dalam banyak hal. Tapi menurutku hal itu wajar sekali, bahwa setiap orang ingin barang-barang yang mereka miliki tertata rapi. Dan mungkin benar bahwa orang sepeti tidak cocok hidup bersama siapapun. Ya.. Mungkin. Karena aku terlalu sempurna untuk mereka.

Senin, 11 Agustus 2014

Gombal Ala Langit Malam

Aku sangat suka langit malam. Malam selalu lebih indah dibandingkan saat kapanpun. Langit yang penuh dengan bintang. Bulan purnama, bulan saparuh, bulan sabit, bulan gembung dan bulan mati. Bintang juga selalu memancarkan sinarnya yang cantik dan bermacam-macam, merah, putih, biru dan kuning. Kadang aku sering berpikir, bagaimana rasanya tinggal di ruang angkasa bersama milyaran bintang yang berwarna-warni itu? Bagaimana jika di ruang angkasa aku terjatuh, aku akan jatuh kemana? Lalu, kadang juga aku berpikir seluas apakah ruang angkasa itu, dimana ujungnya atau ternyata ruang angkasa ternyata bulat seperti bumi? 

Aku bukan orang cerdas yang mampu menjawab semua pertanyaan tadi. Tapi, biarlah itu semua tetap misteri. Aku hanya bisa memandang kagum kepada langit malam, dan bagaimana ia bisa secantik itu. Kalau ada laki-laki yang menggombali kekasihnya, pasti mereka akan membawa benda-benda angkasa di langit malam. Entah itu bulan, entah bintang.

"Neng, kamu liat bulan purnama itu gak?"
"Iya, liat."
"Bulannya kaya muka kamu ya neng."

Biasanya perempuan zaman dulu akan tersipu-sipu malu. Berbeda dengan perempuan zaman sekarang yang biasanya suka pura-pura ngambek kalau di gombali seperti itu. Karena mereka tau bahwa bulan itu berlubang-lubang penuh kawah. Memangnya ada perempuan yang mau dibilang mukanya bopengan. Kalaupun ternyata memang mukanya bopengan. Pasti perempuan itu langsung tersinggung dan ngambek berhari-hari. Makanya rayuan itu sudah tidak terpakai lagi sekarang. Maka untuk versi modernnya digantilah dengan bintang, meteor, dan aurora. Contohnya:

"Neng, kamu liat bintang di langit gak?"
"Gak bang, emang kenapa?"
"Yaiyalah, gak ada. Kan bintangnya udah pindah ke mata kamu semua."
#EEAAAA... Klepek-klepek. Kaya ayam abis dipotong.

"Neng, kamu punya ekor gak?"
"Gak lah, emang aku monyet."
"Pasti punya lah, kamu kan meteor yang jatuh dari langit ke hati aku. Meledakkan jantungku dan membuat kawah di sana untuk dijadikan objek penelitian selama bertahun-tahun. Dan semua orang tau bahwa kamu pernah singgah di sana."
"?????, apaan sih."
Walaupun yang ini agak garing, tapi tetep aja sering di pake sama cowok-cowok yang mau ngegombalin ceweknya.

"Neng, mau gak kamu tinggal di kutub utara?"
"Ngapain Bang?"
"Jadi aurora borealisnya Abang, nanti abang yang jadi polarisnya. Jadi kita gak pernah jauh gitu. Polaris kan selalu setia sama langit utara."
 "Terserahlah terserah. Aku gak ngerti apa yang kamu omongin."

Hahahaha. Itulah beberapa contoh gombalan yang sering aku dengar dari orang-orang sekitar. Walaupun gombalan-gombalan itu garing, tapi tetep aja banyak dipake. Jadi, gombalan dengan memakai benda-benda langit mungkin akan tetap abadi sepanjang masa. Karena akan selalu ada orang-orang yang mengagumi langit malam.


Minggu, 10 Agustus 2014

Rencana Bunuh Diri

Barusan, saat aku sedang menonton film. Ada sebuah adegan bahwa tokoh tersebut akan bunuh diri. Jadi teringat, beberapa bulan yang lalu seorang teman berkata bahwa ia ingin bunuh diri. Malam itu dia menelponku mengajak bertemu di sebuah jembatan. Aku menolak ajakannya, lalu ia menawarkan diri untuk menjemputku di rumah. Barulah aku mengiyakan kemauannya. Selesai makan malam, ia mengajakku pergi ke jembatan yang awalnya ingin dijadikan tempat kami bertemu. Lalu, terjadilah percakapan ingin bunuh diri itu.

A: Aku, T: Temanku

A: Ngapain sih ke sini? Lo gak pengen nembak gue kan? Terus abis itu lo ceburin gue ke Kali. Hahahaha.

T: Diihhhh... Lo pikir lo siapa?!

A: Lahhh.. Kali aja, siapa yang tau.

T: Lo pernah gak sih, ngerasain hampa banget hidup lo. Rasanya hidup lo itu udah ancur banget, gak ada harapan lagi. Keluarga lo ancur, temen-temen lo ninggalin lo. Semuanya dah, seolah dunia ini udah gak berpihak lagi sama lo.

A: Pernah kok. Dulu. Waktu SMA. Lo tau lah cerita gue yang itu.

T: Pernah gak rasanya lo pengen mati aja?

A: Pernah. Pernah banget.

T: Iya, maka dari itu. Gue pengen bunuh diri aja.

A: HAHH?!! SERIUS LO!
     Hahahaha. Aelahhh lo. Entar kalo lo bunuh diri, siapa yang nganterin gue balik sekarang?

T: Gak, sekarang juga kali.

A: Terus kapan, kalo gak sekarang? Ntar keburu gak berhasrat lagi.

T: Lo gak ngalangin gue sama sekali?

A: Gak lah. Gue kan teman yang baik. Apapun keinginan lo pasti gue dukung. Termasuk kalo lo mau bunuh diri, malah pengen gue bantuin.

T: Ta*. Gue pikir lo mau ngalangin niatan gue.

A: Gak lah. Ngapain gue ngalangin niat baik lo. Dosa tau.

T: Kok?

A: Ngurangin orang berengsek di dunia ini.

T: Bisa gak sih lo ngasih saran yang baik buat gue? Biar gue gak jadi bunuh diri.

A: Gak ada, gue gak punya saran sama sekali. Kalo lo mau bunuh diri silakan aja. Tapi, gue tebak lo gak akan berani. Soalnya lo ngajakin gue diskusi mulu dari tadi. Kalo lo emang punya niat bunuh diri mah harusnya gak usah ngajak-ngajak gue kali. Pengen banget kaya di film-film, ada yang ngalangin gitu.

T: Ta* lo. Terus gimana, kalo gue bunuh diri sekarang?

A: kebanyakan nanya lo. Niat bunuh diri gak sih lo?  Gue ceburin juga nih lama-lama. Gue kan udah bilang, kalo aku sih yes.

T: ARRRRGGHHHH... Balik aja lah balik. Puyeng gue lama-lama.

A: Terus gak jadi bunuh diri?

T: Kagak! Kapan-kapan aja, udah keilangan mood gue. Yang penting sekarang gue nganterin lo balik dulu, biar gue gak dibawelin sama lo pas bunuh diri nanti. Gak lucu aja, pas gue sekarat gue dibawelin sama lo. Disuruh nganterin lo balik dulu sebelom mati. Hahaha.


Lalu kami tertawa bersama, rencana bunuh diri itu. Ya Cuma rencana.

Sabtu, 09 Agustus 2014

Curhatan Gak Penting, Cuekin Aja

Kemarin ada yang bertanya kepadaku, selama liburan ini aku telah melakukan apa saja. Maka aku jawab, belum ada. Aku belum melakukan apapun selama liburan ini. Padahal liburan sudah hampir selesai. Sebenarnya, aku merasa bosan dengan liburan yang amat panjang ini. Tapi sangat malas melakukan apapun. Lalu temanku bertanya kembali, tentang buku diary. Katanya biasanya aku selalu menulis di buku diary, kenapa sekarang tidak pernah lagi. Aku hanya menjawab, buku diaryku habis dari beberapa bulan yang lalu, jadi sekarang aku menulis di blog. Blog yang aku buat isinya cuma curhatan aku saja. Hehehehe.

Dia cuma bisa mengiyakan perkataanku, dan berkata "Iya sama, gue juga. Gue malah baca satu bukupun belom pernah selama liburan ini. Males banget." Iya, memang benar. Di saat liburan seperti ini memang kebanyakan orang akan malas membaca buku. Akupun sebenarnya sama, buku hanya untuk penghilang rasa jenuhku saja selama liburan. Sisanya aku asyik sendiri main games dan tidur siang. Setiap hari hal itu selalu terulang. Benar-benar membosankan.

Beberapa hari ini juga banyak yang menanyakan kabarku. Maka sebelum mereka lebih banyak bertanya aku membuat kicauan di Twitter, "Kalo ada yang mau nanya kabar gue, gue kurang baik. Lagi males ditanya-tanya." Alhasil, gara-gara kicauan itu. Banyak orang malah mengirimkan pesan padaku, lalu bertanya. "Kenapa lo?" atau "Ada apa sih?"

ARRRRRGGGHHHHHHHHH... Memangnya mereka nggak ngerti apa? Kalo aku tuh, lagi gak pengen di ganggu oleh siapapum.

Jumat, 08 Agustus 2014

Kerudung Hitam

"Kerudung adalah simbol kebebasan bagi wanita!!!" katanya berulang-ulang, menggebu-gebu ia ucapkan kepada pendengarnya.

aku sering melihatnya, dulu sekali ketika aku masih menggunakan putih abu-abu. aku tak pernah percaya, "bukankah kerudung itu membelenggu?" kataku saat itu.

Semua terperangah, menoleh kepadaku. mungkin yang ada pada pikiran mereka adalah bahwa aku orang yang tak mengerti agama atau mungkin ada yang berpikiran aku tak bertuhan. terserahlah apa kata mereka, tapi aku salahkan point yang kedua. aku bertuhan, tapi aku memang tak mengerti soal agama. aku hanya mampu mengeja a-ba-ta dan seterusnya. itupun karena aku belajar agama islam di sekolah dan ibuku sempat menaruhkuku di TPA, tapi itu waktu aku SD. setelah lulus SD aku tak pernah lagi mengaji, paling kalau disekolah ada pelajaran agama. tapi aku sejak pertama belajar shalat, ayah tak pernah membiarkanku meninggalkan shalat wajib.aku ingat dulu sewaktu SD disaat aku baru bisa shalat tanpa diawasi, aku pernah shalat magrib 5 raka'at. aku pikir pahalanya akan bertambah. hahahahahaha.tapi biarpun agamaku sebobrok itu, aku pernah loh dapat nilai 100 saat ujian akhir sekolah saat SMP, dan itu nilai terbaik satu angkatan. tak tahu juga, aku saja bingung kenapa bisa dapat nilai segitu. mungkin karena soalnya PG.

Dulu aku tak pernah mau memakai kerudung, biarpun aku tak pakai kerudung aku tak mau disetuh oleh lelaki. kalaupun iya berarti aku duluan yang menyentuh mereka. :pdulu sejak aku SD seluruh siswa-siswi muslim wajib memakai busana muslim.aku memakai busana muslim tapi tak berkerudung."Ribet!!!" jawabku setiap ada yang bertanya.kalau guru yang bertanya maka akan kujawab "nanti, ibu/pak setelah saya menemukan arti dari Alif Lam Mim." maka mereka akan segera menggelengkan kepalanya. dari aku SD sampai lulus SMA nilai agamaku tak pernah lebih dari 7, itu juga terjadi pada mata pelajaran matematika. tapi bagiku lebih baik mengerjakan soal matematika paling sulit saat UN SMA dibandingkan dengan menghafal saat pelajaran agama itu lebih sulit bagiku. maka yang paling aku takuti adalah pelajaran dan ujian agama bukan pelajaran dan ujian matematika, bahkan aku lebih suka pelajaran ekonomi yang semua murid takut kepada gurunya karena galak, aku sering berdebat dengan guru killer ini.

Dulu sebelum memakai kerudung aku sering sekali dikira non-muslim oleh banyak orang, bahkan dulu aku pernah diajak masuk gereja oleh seorang pendeta saat aku sedang menunggu temanku didepan gereja."Ayo nak masuk saja, tak usah ragu kalau  ingin berdoa." ia tersenyum ramah kepadaku."maaf pak saya muslim." aku tekankan ucapanku. karena aku merasa ragu dengan kalimat ini."oh iya maaf." wajahnya sedikit aneh seperti menyelidik. maka pendeta itu meninggalkanku, di depan halaman gereja.sungguh saat itu aku benar-benar ragu, apa aku pantas mengakui diriku sebagai seorang muslim. oh, mungkin ini yang dikatakan guru agamaku dulu bahwa kerudung adalah simbol wanita muslimah. dan itu bukan hanya terjadi sekali aku dikira non-muslim, berkali-kali bahkan sampai aku berpikir apa aku lebih pantas menjadi seorang non-muslim. mungkin dari karakter wajahku atau dari hal lain? aku tak mengerti mengapa mereka mengiraku sebagai non-muslim.aku sering ke masjid tapi jarang sekali aku ke masjid karena ingin shalat, tetapi dengan tujuan lain. misalnya aku ingin, tidur, cuci muka atau mengerjakan tugas bahkan ketika aku malas mengikuti suatu pelajaran dikelas maka aku akan pergi ke masjid dan berdiam diri disana.

Dan suatu ketika pernah hatiku bergetar, mendengar suara syahdu yang melantunkan ayat-ayat suci Al-quran saat aku sedang menghabiskan waktuku sendirian di masjid.entah siapa pemilik suara indah itu, aku menikmati lantunan itu lalu aku segera mengambil Al-quran mengeja halaman yang aku buka dengan terbata-bata. hampir aku menangis, tapi suara itu hilang. sejak saat itu aku mulai ragu untuk memasuki masjid, aku malu masuk ke masjid karena aku merasa tak pantas berada disana. aku tak pernah menginjakkan kakiku ke masjid lagi selama beberapa saat, sampai aku kelas 3 SMA. saat kelas 3 SMA aku mulai kembali memasuki masjid, membawa mukenah tapi aku masih tak berkerudung. biarlah, pikirku. aku melupakan hal yang membuatku enggan pergi ke masjid. setiap hari aktif sekolah aku pergi ke masjid, kecuali disaat tertentu yang pasti semua orang tau. mungkin karena pengaruh ingin lulus SMA. setelah lulus SMA, aku kuliah di UNJ. saat masa-masa sulit itu pertama kali aku bertemu dengan seorang ikhwan (aku mengerti istilah ikhwan dan akhwat itu waktu disemester 1 kuliah loh) saat itu dia Kadept. Advokasi 2011, aku bertemu dengannya di ruang BEM UNJ. saat itu aku bersama ayahku menemuinya, aku masih belum berkerudung saat itu. ayahku menyalaminya, maka aku yang duduk disamping ayahku pun ingin menyalaminya, aku mengulurkan tanganku tapi ia menangkupan kedua telapak tangannya, ia menolak berjabat tangan denganku. "aneh!!!" besit dalam hatiku. maka aku memandanginya dengan tatapan menyelidik, mengapa ia tak mau berjabat tangan. tampaknya ia juga merasa tak nyaman dengan tatapan meyelidikku. lalu beberapa hari kemudian aku bertemu dengan seorang akhwat, dia banyak membantuku saat aku masuk UNJ. ternyata dia berkerudung. tapi saat itu aku masih cuek saja, "ah, biasa aku lihat perempuan dengan busana serapat ini." dalam hati. hingga beberapa waktu kemudian, aku bertemu dengan mereka dia ruang BEM UNJ, saat itu yang aku lihat diruangan adalah semua perempuan memakai kerudung, disaat itu aku merasa benar-benar tersudut, dan aku merasa aneh, aku merasa diriku pengganggu segala bentuk keindahan. bahkan disaat aku bertanya dengan seorang senior aku merasa bahwa sudah saatnya aku berhijab.

"kak, kenal sama kak (ini) gg?" "yang mana kakaknya?""yang pake kerudung kak""semuanya disini pake kerudung."semuanya pakai kerudung? saat itu aku berpikir kalau semua wanita muslim pakai kerudung berarti aku akan menjadi perempuan yang terseudut karena tidak memakai kerudung. dalam hatiku aku berkata "aku ingin memakai kerudung." tapi saat itu aku bingung, pasti akan membuang waktu banyak jika aku memakai kerudung dan kapan aku harus memulainya. akhirnya sampai breffing MPA aku masih belum menggunakan kerudung. dan saat breffing MPA diumumkan bahwa seluruh wanita muslim wajib memakai kerudung, maka disaat itulah aku memulainya dan aku tak pernah melepasnya. walaupun saat itu aku masih menggunakan bergo, tapi aku belajar menggunakan kerudung sedikit demi sedikit. awalnya aku merasa aneh dengan wajahku yang baru pertama memakai kerudung, tapi lama kelamaan justru aku merasa aneh jika tidak memakai kerudung.
ya, mungkin saat ini kerudungku masih hitam karena masih banyak kebiasaan burukku yang lalu yang belum bisa aku hilangkan, perilakuku yang tidak mencerminkan seorang muslimah. maka hal itu akan menodai kerudungku. tapi aku yakin kerudung hitam ini akan menjadi abu-abu lalu putih karena ditempa sinar kebaikan yang mulai aku cari sedikit demi sedikit, InsyaAllah.


27-April-2012

Kamis, 07 Agustus 2014

Anak Domba

Seekor anak domba berlari ke kamarku, ia membawa sebatang bunga mawar di mulutnya. Menaruhnya di pangkuanku saat aku sedang melipat pakaian. "Dari siapa?" tentu saja anak domba tersebut tidak menjawab, ia bergegas pergi meninggalkanku sebelum aku sempat mengusap kepalanya. Domba yang pintar, ia tidak memakan bunga itu. Giliran aku mengikutinya dari belakang.

Aku melihatnya menuju ke semak-semak. Kemudian semak itu bergerak-gerak, anak domba itu keluar lagi dari semak. Menggesek-gesekkan tubuhnya di kakiku seperti seekor anjing. Aku kemudian mengelus kepalanya, ia bertambah manja. "Ada apa di sana?" Anak domba itu tetap tak menjawab, ia berlari lagi ke dalam semak-semak. Semak-semak bergoyang-goyang. Aku menghampiri semak tersebut, ada seorang pria sedang mengelus kepala anak tersebut. Lalu, membisikan sesuatu padanya. Aku mengamati keakraban mereka. Ia menyadari kehadiranku, lalu sambil tersenyum ia berkata, "Dari aku, dan ada aku di sini." Ia berlari bersama anak domba kesayangannya. Tinggal aku yang menatapi punggungnya hingga meghilang. 
"Oh, ternyata dia." Aku kembali masuk dan melanjutkan pekerjaanku, melupakan yang terjadi barusan. Toh, itu juga ternyata cuma mimpi.

Rabu, 06 Agustus 2014

Kisah Tentang Hujan

Setiap hujan selalu memiliki kisahnya masing-masing. Setiap hujan kita akan dihadapkan oleh situasi yang berbeda, orang-orang yang berbeda pula. Hujan akan membimbing kita pada dua rasa yang berbeda yang datang secara bergantian. Terkadang kita merasa hujan yang paling mengerti perasaan kita. Ketika kita merasa bahagia hujan turun dengan perasaan bahagia pula, hujan membawa sebuah kenangan indah. Ataupun ketika kita bersama orang yang kita sayangi maka hujan menjadi penahan untuk kita segera berpisah, hujan menjadi alasan bahwa kita harus berteduh dan memperlama waktu kita.

Hujan juga kadang membawa kesedihan bagi mereka yang merasa sedih, hujan membuat mereka yang sedih merasa semakin tersiksa dan akhirnya ikut menangis bersama hujan. Ada yang menyukai hujan, ada pula yang mengutuknya. Tapi orang yang mengutuk hujan menyukai pelangi, padahal pelangi baru hadir ketika hujan reda. 

Hujan menyatukan banyak cinta, tapi banyak juga yang putus cinta di saat hujan. Mereka bersatu saat hujan biasanya hanya karena sebuah payung atau berteduh di tempat yang sama, berkenalan dan akhirnya berlanjut bahkan bisa sampai ke pernikahan. Dan akhirnya mereka mencintai hujan, karena hujan membawa kenangan mereka.

Aku sendiri sangat menyukai hujan, entah itu hujan gerimis maupun hujan badai. Aku tetap meyukai hujan, karena di saat hujan udara menjadi sejuk, alam menjadi khidmat, daun-daun terlihat lebih anggun dalam basahnya, bau tanah di saat sebelum dan sesudah hujan. Sempurna sekali dunia ini jika hujan turun.

Tapi di antara yang memuja hujan ada pula yang membenci dan mengutuk, mereka tidak tahu bahwa saat hujan seluruh energi negatif mereka luntur, hujan membersihkan debu di jalan, menyiram tanaman yang tak pernah diurus, memberi minum hewan-hewan yang tak pernah dipelihara. Mereka meyalahkan hujan yang tidak kunjung berhenti sebagai penyebab longsor dan banjir, lalu harta benda mereka hancur tak berharga lagi. Padahal salah siapa? Hujan itu anugerah, bentuk kasih sayang Tuhan kepada hambanya. Bahkan untuk hamba yang tak pernah mengingat-Nya.

Selasa, 05 Agustus 2014

Mimpi yang Aneh

Semalam aku memimpikan pria itu lagi, dia muncul dari tempat yang gelap. Perasaanku mengatakan dalam mimpi itu aku berada di pasar Malioboro tapi pasar itu sepi sekali, hanya ada aku, adikku yang paling kecil dan ayahku yang berkunjung ke sana. Lalu dia muncul dari seberang jalan yang gelap, bersama dua orang temannya. Aku kemudian terdiam di tempatku berdiri, mengamatinya dari jauh. Mungkin seperti bertanya-tanya sedang apa dia di sini, cuma tak ada sedikitpun suara yang keluar dari mulutku yang sudah separuh membuka. Aku tak bisa menyapa mereka dari tempatku berdiri. Lalu dia menghampiriku, bertanya. Mendadak suasana menjadi terang dan ramai. Pasar Malioboro menjadi seperti yang biasa aku lihat, tidak sesepi sebelumnya.

Ahh.. Beberapa hari ini aku memimpikannya terus. Padahal aku hanya kenal wajah dan nama, tanpa pernah kami berbincang atau hanya sekedar menyapa. Aku juga tidak pernah tertarik denganya dan tidak juga aku pernah memikirkannya. Tapi beberapa hari ini, dia terus muncul di mimpiku. Dengan pakaian yang selalu sama, dan selalu muncul dari seberang jalan, sebelum akhirnya menghampiriku. Lalu bertanya, sedang apa di sini. Mimpi ini seperti mimpi yang berlanjut dengan tokoh yang sama. Atau mimpi yang terus diulang namun dengan setting tempat yang berbeda.

Mimpi ini benar-benar aneh.. Sungguh aneh.

Senin, 04 Agustus 2014

Dari Adik Sampai Kakak

Aku mau ngenalin satu persatu anggota keluarga aku. Mulai yang paling kecil sampai Aku sendiri. Ibu sama Bapak gak mau ikutan katanya. Jadi aku sama adik-adikku aja ya. Hehehehe.



Ariandreas Arrasyid, seluruh keluargaku sampai tetangga ikut-ikutan debat buat ngasih Deas nama waktu dia baru lahir dulu. Ini adik kesayangan aku, waktu baru lahir Deas harus langsung masuk inkubator karena ada infeksi di kepalanya setelah beberapa hari di rawat di inkubator dia harus menjalani operasi di kepalanya. Sedih banget waktu itu, padahal umurnya baru sembilan hari tapi udah harus ngerasain sakitnya operasi dan kejamnya alat-alat rumah sakit. Di saat itu juga aku panik gara-gara dia harus transfusi darah. Jadilah malam-malam ayahku pergi ke PMI. Tapi, alhamdulillah sekarang dia udah jadi anak yang sehat dan pintar. Paling aktif di antara teman-teman sebayanya yang biasanya masih pengen digendong terus. Kalo Deas mah udah lari ke sana sini, sampe capek sendiri kalo ngajakin dia main. Biarpun dia yang paling kecil, tapi dia jagonya bikin rusuh di rumah. Mungkin karena jagoan satu-satunya kali ya.




lalu ada Anisa Fadhilah, Nisa ini anak 3 di keluarga kami. Di usianya yang hampir sebelas tahun ini dia gak pernah mau pake rok, kecuali rok sekolah. Hobi banget main basket terus juga dia terobsesi dengan sepeda gunung. Tomboi banget, keras kepala juga. Tenaganya kuat banget dibandingkan aku atau venty, kami ngelawan Nisa kalo udah ngamuk gak akan kuat. Musti ada empat orang yang megangin dia kalo dia udah ngamuk. Gak tau tuh tenaga segitu kuatnya dapet dari mana. Walaupun begitu dia anak mama banget, gak bisa jauh-jauh dari ibu. Kalo jauh dari ibu sedikit aja, besoknya langsung sakit, nangis semaleman. Walaupun begitu, dia udah ikut turnamen olahraga di mana-mana. Prestasi akademiknya juga lumayan bagus, tapi sayangnya males belajar jadi cuma bertahan di tujuh besar aja, gak pernah naik gak pernah turun juga.






Nah, ini Venty Meilani. Sebut aja namanya Ani, dia anak nomor dua di keluarga kami. Ani sering disangka kakak aku kalo kita lagi jalan berdua. Hahahaha. Artinya muka aku lebih imut dibandingkan dia. Dari kelas satu SMA dia selalu dapet peringkat satu. Waktu kelulusan SMA juga dia dapet nilai terbaik di sekolahnya. Sekarang dia lagi kuliah di Universitas Sriwijaya, Palembang. Setiap hari kalo dia lagi di rumah, kerjaannya berantem terus sama Nisa. Jadi tambah heboh gara mereka berdua berantem, ditambah lagi sama suaranya Deas yang tingginya sampe 9 oktaf 3 nada. Lalu, biasanya suasana rumah akan tambah ramai karena ayah aku akan marah-marah sama aku karena aku terus asyik nanyi padahal mereka lagi berantem dan Deas ikutan-ikutan berantem sama mereka. Dan Ibuku akan marah kepada kami semua, dan menyuruh kami semua diam. Nah, kan!





Nah, ini aku. Ika Septiana Sanel. Panggil aja aku, Ika atau Sanel. Aku anak pertama. Udah ah, aku gak mau ngebahas diri aku sendiri takut disangka muji-muji atau ngejelek-jelekin diri sendiri lagi. Biarkan masyarakat yang menilai. Hehehehe.



Minggu, 03 Agustus 2014

Diary: 3 Agustus 2014

Beberapa minggu belakangan ini, aku merasa sangat jenuh dengan hidupku sendiri. Jalan cerita hidupku tidak pernah berubah setiap hari, rutinitasku selalu sama. Lingkunganku membuatku benar-benar jenuh, orang-orang yang aku temui selalu sama setiap harinya. Suara-suara yang aku dengarpun selalu sama. Tidak ada suara lain selain suara musik, televisi, suara orang bercakap-cakap, bernyanyi, menangis dan tertawa, oiya satu lagi suara orang marah-marah dan suara bising kendaraan. Aku benar-benar jenuh dengan hidupku.

Akhir-akhir ini juga aku merasakan hampa yang amat sangat, rasanya hatiku kosong tak berisi. Sepertinya separuh dari jiwaku melayang entah kemana. Seperti ada yang hilang dari diriku, namun entah apa. Aku tak tahu dan aku tak mengerti. Aku sering melamun berjam-jam, tak tahu memikirkan apa. Tak tahu apa yang harus aku lakukan dan apa yang harus aku pikirkan. Aku benar-benar dibuat kacau, jiwaku dibuat benar-benar tak menentu akhir-akhir ini. Aku menjadi malas melakukan apapun, malas berbicara. Malas berhubungan dengan orang lain, aku hanya mengurung diriku saja. Aku menikmati sepi akhir-akhir ini, namun sepi ini sungguh menyiksa. Tapi aku tak ingin keluar. Aku dibuat bingung oleh diriku sendiri. Perasaan hampa ini membuatku tidak nyaman, semua seperti serba salah untukku.

Aku seperti mencari sesuatu dalam hidupku, namun aku tak pernah tahu apa itu. Sehingga sampai saat ini pun aku belum menemukan apa itu. Aku seperti benar-benar kehilangan jiwaku, aku seperti mayat hidup yang bingung ingin kemana, ingin hidup atau mati. Aku belum mengerti mengapa aku begini. Ah, entahlah. Aku sedang malas berpikir.

Sabtu, 02 Agustus 2014

Mimpi Semalam

Kemarin malam, aku memimpikan seorang pria yang selama ini tak pernah menarik perhatianku. Ia datang ke dalam mimpi dengan gaya berpakaian seperti biasanya. Membawa sebuah laptop, lalu menunjukan sebuah puisi untukku.

“Itu untuk aku?” Aku bertanya kepadanya.

“Iya, puisi ini untuk kamu.” Ia menjawab sambil tersenyum kepadaku, mendadak wajahnya memerah seperti menahan sesuatu.

“Kamu sekarang masih jatuh cinta sama aku?” Aku membalas tatapan matanya, kemudian ia menunduk.

“Iya, aku jatuh cinta sama kamu. Tapi dulu. Sekarang, aku gak tau. Tapi, aku selalu ingin membuat puisi untukmu.”

Aku terkejut, malam itu mengapa malah ia yang muncul dalam mimpiku. Bukan seorang yang aku harapkan kehadirannya dalam mimpiku. Yang selalu aku doakan semoga ia mau hadir untuk sekedar menyapaku di dalam mimpi. Yang aku harapkan muncul ternyata tak pernah hadir.

Di dalam mimpiku, semua orang berbisik-bisik tentang aku dan pria itu. Seolah semua nyata dalam mimpi itu, aku berfoto bersamanya. Ia tersenyum tulus, lalu berkata “Kamu selalu tampak anggun dalam kesederhanaanmu.” Dan aku hanya tersipu.

Lalu yang aku ingat dalam mimpi itu, aku berada di dapur rumahku. Ada banyak barang yang berkilau di sana. Aku melihat ada seorang wanita tua yang menyuruhku memilih benda-benda di sana. Aku memilih sebuah cangkir berwarna hijau lumut yang sudah agak retak dan gompal di bagian bibirnya. Ia kemudian bertanya mengapa aku memilih cangkir itu, sedangkan di sana ada banyak barang yang lebih bagus dan mahal.

“Aku memilih cangkir ini, karena ia telah memilih aku. Aku melihat ada namaku tertulis di bawah cangkir ini. Ia tampak menonjol dibandingkan benda yang lain, walaupun benda yang lain itu tampak lebih berkilau.” Aku terus mengelus cangkir itu dengan penuh rasa sayang, takut jika cangkir itu pecah nantinya.

“Seberapa kalipun aku melirik ke benda yang lain. Tetapi, aku selalu memilih cangkir ini lagi. Hatiku terus berkata bahwa aku harus memilihnya, karena ia telah memilih aku. Aku menyukai cangkir ini. Ia tampak berkilau dalam kesederhanaannya.” Aku tersenyum pada wanita tua itu. Ia membalas senyumanku, lalu beranjak dari tempat ia berdiri.


“Kamu memilih hal yang tepat, karena cangkir itu adalah cangkir yang kokoh. Walaupun tampak retak. Sekuat apapun kamu meleparnya, cangkir itu tak akan pecah. Kamu orang yang tepat untuk memiliki cangkir ini.” Lalu, wanita itu pergi. Dan aku terbangun dari tidurku. Rasanya mimpi itu benar-benar nyata. Aku melihat jam, pukul lima pagi. Ternyata aku baru tertidur selama satu setengah jam, tapi rasanya aku seperti sudah tidur seharian. Mimpi itu benar-benar aneh, dan seharian ini aku terus memikirkan maksud mimpiku. Di dalam mimpiku aku dihadapkan oleh banyak pilihan, dan di antara banyak barang-barang berkilau itu, aku memilih sebuah cangkir yang retak. Entahlah, mimpi ini memiliki arti atau mungkin hanya bunga tidur semata.

Jumat, 01 Agustus 2014

Semua Kisah Tentang Cinta

Persoalan tentang cinta memang tak pernah selesai. Semakin sering dibahas semakin sering juga kita dibuat bingung oleh masalah ini. Cinta memang tak akan pernah selesai dibahas. Malam ini ibuku bercerita tentang banyak kisah cinta yang dialami olehnya dan orang-orang di sekitarnya. Ada yang berakhir bahagia ada pula yang harus berakhir tragis. Semuanya karena cinta. Cinta yang menghidupkan mereka, cinta pula yang mematikan mereka.

"Ibu punya cerita. Kamu tau mang Firman, kembarannya mang Firdaus?" Ibuku mengalihkan perhatianku yang sedang tertuju pada game di layar handphone. Aku meletakkan handphoneku.

"Iya tau. Kenapa?" Pertanyaan kenapa, selalu menjadi permulaan untuk cerita yang sangat panjang.

"Dulu mang Firman itu sejahtera banget hidupnya. Kita dulu sering diajak jalan-jalan pake mobilnya. Kamu sama Ani sering dijajanin sama mang Firman. Tapi sayang istrinya cemburuan, udah gitu galak lagi. Gak pernha menghormati suaminya. Kalo nampar, nampar beneran. Mang Firman itu pernah ditendang di depan banyak tamu. Ya Allah, istri macam apa kaya gitu. Semarah-marahnya ibu sama bapak, palingan cuma diem-dieman doang. Gak pernah ibu sampe maki-maki bapak apalagi sampe nampar kaya gitu."

"Terus mang Firmannya, ngebales?"

"Mang Firmannya mah diem aja, gak pernah ngelawan. Ya Allah, padahal mang Firman itu sayangnya udah kaya apa tau ke istrinya. Tapi emang dasar tabiat istrinya aja jelek. Gampang curiga sama orang. Gampang marah, akhirnya nyesel sendiri." Ibuku menarik nafas panjang, dan melanjutkan ceritanya.

"Mang Firman itu dulu kerja di P*******a, sejahtera banget hidupnya. Duit recehannya aja sekantong kresek itu tuh." Ibuku menunjuk kantong plastik hitam besar di rumahku.

"Banyak banget dong duitnya. Terus kenapa istrinya nyesel bu?"

"Dimana-dimana orang yang gampang emosi itu akan nyesel. Dulu waktu mang Firman kerja di situ, dia suka bawa mobil dinas pulang ke rumah. Nah, waktu itu istrinya nemuin foto cewek di bawah jok mobil. Mereka berantem tuh dua hari dua malem. Istrinya udah curiga aja kalo suaminya main cewek. Padahal gak, itu cuma dugaannya aja. Mang Firman kan suka ngaterin bosnya pulang. Mungkin aja itu foto cewek bosnya yang jatoh. Besoknya waktu mang Firman lagi nganterin parcel, dia telpon sama bosnya. Di suruh ke kantor, di situ ada istrinya. Istrinya ngadu kalo suaminya suka main perempuan, suka bawa perempuan kalo malem. Istrinya minta mang Firman itu di PHK. Yaudah, mang Firman berantem sama istrinya. Mang Firman di PHK saat itu juga. Padahal mang Firman udah sumpah-sumpah. Kalo dia gak kaya gitu. Tapi, ya mau apalagi. Mang Firman udah berhenti kerja. Akhirnya istrinya nyesel, terus minum racun."

"Terus?"

"Ya, ketauan sama mang Firman. Mana istrinya lagi hamil anak kedua. Baru tiga bulan kalo gak salah waktu itu. Akhirnya sama mang Firman, istrinya di kasih susu sampe berapa kotak. Istrinya langsung muntah-muntah. Dan besoknya istrinya disuruh pulang kampung. Dianter sampe terminal pulo gadung. Mana lagi hamil dia juga musti bawa anak pertamanya yang masih kecil. Kasian deh, tapi kalo dipikir-pikir, salah sendiri. Ibu mah kasian sama anaknya aja yang masih kecil. Ibunya juga pasti gak bisa jagain gara-gara lagi hamil. Berapa hari kemudian mang Firman pulang kampung juga, semua barang-barangnya dibawa. Dia nyewa truk, sampe di sana istrinya dicerai. Sebenernya mang Firman gak mau nyerein, tapi karena istrinya sendiri yang fitnah dia di kampung. Akhirnya keluarga mang Firman bener-bener marah. Dicerailah istrinya itu. Istrinya sampe sujud-sujud minta maaf, minta balik lagi. Tapi mang Firman udah gak mau, dia udah ngerasa gagal ngebimbing istrinya sendiri sampe istrinya aja tega fitnah suaminya."

"Ya Allah.." Cuma itu yang bisa aku katakan.

"Ada lagi cerita. Dulu, tetangga di depan rumah kita ini, suka banget sama bibi F. Tiap hari bang I, nyamperin ke rumah cuma buat sekedar nyapa doang. Tapi bibi F ini gak suka sama bang I. Dia sukanya sama mang F, mereka pacaran. Tapi gak ada tau, termasuk bang I ini. Nah si cing U, suka sama mang F. Tapi cing U gak tau kalo si bibi F sama mang F itu udah pacaran. Tiap hari cing U minta salamin mulu sama bibi F. Tapi, bibi F ini gak mau jujur kalo mereka udah pacaran. Akhirnya, Mang F ngajak bibi F pulang kampung. Mereka nikah di sana. Baru balik lagi ke sini waktu mereka udah nikah 3 bulan. Baru deh si cing U sama Bang I tau kalo mereka udah nikah. Bibi F sama Mang F ngejelasin semuanya kalo mereka pacaran udah lama. Cuma gak mau ngasih tau ke mereka. Takut nyakitin katanya. Sampe sekarang setiap ada bibi F itu, si bang I. Masih aja nyamperin, padahal dia juga udah punya istri. Abisnya ya, Bibi F itu manis banget. Mau diliat dari mana aja tetep aja manis, gak bosen diliat. Mau rambutnya panjang, pendek. Tetep aja cakep. Udah itu bibi F itu baik banget, ramah, orangnya penyayang juga. Mang F juga, dia sayang banget sama bibi F. Ibu gak pernah tuh denger mereka ribut-ribut. Makanya mereka itu pasangan paling romantis kayanya. Saling pengertian, saling sayang, kalo ada masalah diselesaiin baik-baik. Sempurnalah pokoknya. Kalo mang F kerja, bibi F nungguin suaminya pulang ke rumah di depan teras. Begitu suaminya di depan gerbang rumah, langsung di bukain pintu gerbangnya, cium tangan. Gandengan masuk ke rumah. Ya Allah... Gimana orang-orang di sini pada gak ngiri coba sama mereka berdua."

"Ya Allah... Ah, aku pengen kalo berkeluarga nanti bisa romantis kaya gitu. Saling pengertian, saling sayang. Setiap ada masalah diselesaiin baik-baik, susah senang dijalanin sama-sama. Ah, so sweet.."

"Kalo Mang A sama tante L, itu pasangan romantis juga. Sampe tante L meninggal kemaren itu, mereka gak pernah ngadu ke ibu kalo mereka lagi berantem. Tante L juga orang baik, Ka. Manis lagi orangnya. Ibu waktu lahiran Nisa. Dia yang nemenin ibu, dia yang nyuciin baju sama kain-kain yang kena darah. Inget aja ibu sama almarhumah tante. Dia orangnya gak gampang emosi, walaupun tegas sih. Tapi tegas sama gampang emosi kan beda. Kalo Bibi F dia juga sering nolongin ibu, bedanya bibi F itu hatinya lemah. gak tegas. ada masalah dikit nangis, makanya mang F walaupun semarah apapun sama bibi F. Dia gak akan berani ngebentak. Pokoknya yang paling sempurna itu Bibi F sama mang F lah." Ibuku mengangguk mantap.

"Kalo ibu sama bapak gimana?"

"Ihhh.. Jangan ditanya, kamu tau sendiri kan. Tapi dulu ya Ka. Ibu itu udah mau nikah sama pacar ibu dulu. Orangnya ganteng. Tapi entah kenapa ibu malah nikah sama bapak. Padahal mah ibu gak pernah pacaran, gak deket juga. Tapi yang namanya jodoh, siapa yang tau. Ibu baru ketemu bapak itu sekali doang. Saling lempar senyum. Abis itu, Nyek (Nenek) Hindun dateng ke rumah sama Yek ( Kakek) Cik Alim. Dateng ke rumah, ngelamar ibu. Jadilah ibu sama bapak nikah berapa bulan kemudian. Pacar ibu langsung kaget pas ibu bilang mau nikah. Dia gak dateng ke acara pernikahan ibu, baru pas ibu mau ikut bapak ke Jakarta. Pacar ibu dateng ke rumah."

"Pacar ibu yang itu terus gimana keadaannya?"

"Sampe umur kamu berapa bulan dia masih sering ngirimin ibu surat. Tapi gak pernah ibu bales. Semua suratnya ibu simpen, jangan sampe ketauan sama bapak.Waktu ibu pulang ke Palembang, dia dateng. Ngeliat kamu. Abis itu, gak pernah keliatan lagi. Gak tau lagi kabarnya gimana. Terakhir ibu denger kabarnya, dia udah nikah. Udah itu doang. Ya, namanya juga jodoh. Mau pacaran bertahun-tahun kalo gak jodoh, ya gak bakalan bisa nikah. Ibu cuma sekali ketemu sama bapak, eh tau-taunya nikah. Kalo masalah beginian mah cuma bisa tunduk sama takdir."

"Oiya, pas ibu di Jakarta." Ibuku tersenyum kepadaku, lalu tertawa. "Kamu tau gak, temen-temen bapak. Pada dateng ke rumah, cuma buat ngeliat ibu. Ibu sampe harus gelar tiker di luar. Saking ramenya temen bapak yang penasaran sama Ibu. Temen-temen bapak tuh pada penasaran, kok bisa ya bapak dapet istri yang cantik kaya ibu. Sumpah deh ibu gak bohong. Mereka pada komentar: Ih, istri lo cakep banget Son. Dapet darimana?, Kok bisa sih lo, dapat istri cakep kaya gitu?, adalagi yang bilang kaya gini, Kok dia mau ya Son sama lu? Hahahahaha. Mereka bilang ibu cantik, manis, dan anggun. Kurang beruntung apa coba bapak dapetin ibu."

Aku cuma bisa nyengir ala babi Angry Bird. Lalu tercetuslah pertanyaan  paling polos dari mulutku, yang mengakhiri semua kisah cinta malam itu.

"Bu, katanya ibu waktu masih muda cantik, manis, anggun. Di rebutin sama banyak cowok, jadi primadona di kampung bahkan sampe ibu pindah ke Jakarta. Tapi kok aku gak ya?"

Gantian ibuku yang bengong sambil berucap, "Ya Allah....."