Rabu, 07 Oktober 2015

Waktu.



            Ya Tuhan, memang waktu telalu cepat berjalan. Kita Cuma mampu mengikuti kemana arah dia pergi, cepat atau lambat, senang atau tidak kita terus berjalan mengikuti waktu. Sebenarnya tidak ada definisi yang tepat untuk waktu, satuan waktu memang jelas sudah ada dalam satuan fisika yang sebagian bilang bahwa satuan itu hanya imaginer untuk memudahkan manusia menentukan waktu, detaknya juga terartur dan telah dihitung sedemikian rupa. Hanya saja perasaan setiap orang berbeda dalam melawati waktu, ada yang merasa waktu terlalu cepat berlalu ketika sedang berbahagia, sebagian merasa waktu terlalu lama ketika sedang dalam kebosanan, kesepian. Waktu bergantung pada moment yang dihadapi oleh setiap orang.
            Seperti kemarin ketika kami semua sedang berkumpul, seorang tetanggaku menegurku lembut.
            “Ya ampun Ika, sekarang udah besar ya. Perasaan baru kemarin ngangkutin abu gosok di warung ibu sampe ludes. Hahahaha.”
            “Itu bukan aku, Bu. Itu kelakuaannya si Ani.”
            “Oiya, itu Ani ya. Oh, kalo Ika mah yang mandi sama bebek ya sampe korengan semua.”
            Salah satu dari mereka nyeletuk, “Kalo orang mah mandi pake bebek-bebekan. Kalo Ika mah pake bebek beneran. Besok-besok mandinya pake kambing. Hahahaha.” Semua tertawa sementara aku hanya bisa tersenyum simpul.
            “Gak berasa ya sekarang udah gede, udah kerja. Perasaan kemaren masih suka lari-larian sama Adam, Aris, Marni sama si Nonon. Eh, bentar lagi mau nikah. Kapan Ka mau nikah? Marni udah nikah. Ika mau kapan? Udah punya calon. Ika gak pernah keliatan punya pacar. Hahahaha.”
            Isshhh kepo. “Kapan ajalah, kalo jodohnya udah siap ngelamar aku. Hahahaha.” Jawabku pendek karena tak tahu harus berkata apalagi. Aku segera meninggalkan mereka yang masih sibuk bercakap-cakap, menikmati malam sendirian.
Sejak kecil aku berada di sana, banyak moment yang terekam di tempat itu. Aku masih mengingat dengan jelas bagaimana aku dan teman-temanku berlari, bersembunyi dan memetik jambu, buah cermai atau melempari mangga milik tetangga. Aku masih mengingat bagaimana rasanya dipeluk, dibelai lembut oleh ibuku setiap ingin tidur. Aku masih ingat bagaimana ibu bercerita tentang Batu Belah Batu Bertangkup dan Nenek Geregap sebagai dongeng penghantar tidurku. Aku masih mengingat bagaimana rasanya dijunjung tinggi oleh ayahku di atas bahunya. Aku merasa sangat tinggi, tinggi sekali dan bahagia.
Aku kangen masa kecilku, saat ibu menyisir rambutku sehabis mandi dan memakaikannya jepitan. Aku kangen ketika aku disuapi ibu makan dan ibu bilang makan yang banyak supaya cepat besar dan pintar. Aku kangen dengan mainan buatan ayahku.
Ya, aku memang cepat besar dan kalianpun begitu. Kalian bertambah tua dan mulai memiliki keriput di wajah. Karena kita terus berjalan mengikuti kehendak waktu. Cepat atau lambat yang kita rasa tentang waktu, waktu telah memiliki aturannya sendiri ia berdetak dengan pasti pada detik jam. Hanya saja moment yang kita lalui yang membuatnya terasa cepat atau lambat. Itu masalah hati yang tak pernah ada landasan tolak ukurnya.
Jadi apakah waktu itu? Apa sebenarnya waktu itu ada?
Jadi bagaimana jika waktu hanya ilusi dan kita dipercayakan oleh rumus fisika selama ini.
Tapi mengapa aku cepat menjadi dewasa dan lekas mati?
Tapi mengapa, waktu itu abadi dengan segala kenangan yang ia simpan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar