Jumat, 30 Oktober 2015

Cinta Sepihak?

Cinta Sepihak? Entah apa yang dipikirkan  oleh orang-orang yang mengalami cinta seperti ini. Mungkin yang ada dipikiran mereka sama dengan yang ada dipikiranku. Aku sering seringkali mengalami cinta yang seperti ini, cinta sepihak, jatuh cinta sendirian atau lebih banyak lagi jatuh cinta diam-diam.
Tak ada pikiran apapun tentang hal itu, cinta satu pihak memang melelahkan. Berjuang sendirian itu memang menyedihkan, tapi ada banyak hal yang tak pernah orang lain tau tentang cinta satu pihak. Cinta satu pihak tak pernah menghitung soal perjuangan, tak pernah ada yang tau bagaimana bahagianya seorang cinta di satu pihak hanya karena hal-hal sepele tak berarti dari orang yang dicintainya. Tak pernah ada yang tau juga sakitnya cinta di satu pihak hanya karena hal-hal sepele pula.
Cinta sepihak mungkin hanya dilakukan orang-orang bodoh. Iya, aku termasuk dalam golongan orang bodoh itu yang bertahan dengan cinta satu pihak. Mungkin beberapa orang tak mengerti mengapa banyak orang bertahan dengan cinta satu pihak. Tapi, cinta tak semudah itu. Bagi beberapa orang bertahan dengan cinta satu pihak lebih mudah dari melupakan dan mencari cinta yang baru. Bagi sebagian orang jatuh cinta tak pernah mudah, bukan sekedar bertemu dan lalu jatuh cinta bukan hanya pada pertemuan singkat kemudian membuat berdebar. Bagi sebagian orang yang bertahan dengan cinta satu pihak, jatuh cinta membutuhkan waktu yang lama, harus ada banyak waktu yang dilalui berdua, harus ada rasa nyaman, bukan hanya sekedar hati yang berdebar. Maka cinta satu pihak lebih baik daripada harus mengubah segalanya, bukan enggan berjuang tapi takut jika cinta hanya menciptakan jarak, takut jika cinta hanya membuat pujaan hati tak nyaman.
Tapi kemudian ada pertanyaan, bagaimana jika dia juga mencintai kamu secara sepihak tanpa pernah kamu tau. Bagaimana jika ternyata seperti itu, yang seharusnya cinta berbalas menjadi cinta sepihak?

Entah, aku tak tau harus menjawab apa. Tak ada yang perlu disesali karena keputusan diri sendiri yang enggan berjuang, enggan mengambil resiko dan takut akan jarak nanti. Beberapa orang memang ditakdirkan untuk jatuh cinta dan saling memiliki, sebagian lagi ditakdirkan untuk jatuh cinta secara sepihak, bertemu dan nyaman karena banyak menghabiskan waktu bersama namun selamanya tetap menjadi teman.

Minggu, 11 Oktober 2015

Kamu dan Deas

Kamu yang tumbuh dalam ingatanku, dua minggu sejak terakhir kita bertemu. Aku mulai meraba-raba ingatanku kembali. Aku kangen dengan perjumpaan kita yang hampir setiap hari. Obrolan-obrolan panjang yang rasanya tak pernah ada habisnya. Waktu terasa berjalan begitu cepat hanya karena aku ada di dekatmu.
Terkadang aku harus berjalan mundur dalam ingatan, hanya karena ingin mengenang senyummu yang senantiasa mengembangkan hatiku. Senyum yang biasanya aku lihat hampir setiap hari penyemangatku pergi ke kampus, kini hanya bisa aku pandangi dari sebuah foto.
Kita punya jalan berbeda sekarang, aku sibuk dengan pekerjaanku dan kebahagiaan Deas, adik kecilku. Kamu pun juga mempunyai kesibukanmu sendiri. Aku terkadang terlarut dalam pekerjaanku tapi terkadang kamu melintas begitu saja dalam pikiranku, atau ketika aku ingin tidur tiba-tiba saja tersebit pertanyaan apa kabar kamu hari ini? Apa saja yang telah kamu lewati. Walaupun rasanya, aku lelah namun begitu kamu muncul dalam pikiranku aku jadi tidak bisa tidur.
Selain kamu, Laki-laki terpenting dalam hidupku adalah Deas. Dialah semangatku, untuk terus bekerja dan membelikan apapun yang dia mau. Asalkan Deas tertawa, rasanya rasa lelahku hilang begitu saja dan semua rasa penatku tak ada artinya. Melihat Deas tersenyum seperti melihatmu yang terus membuatku jatuh cinta setiap hari. Senyummu dan Deas, memberiku semangat dan percaya bahwa perjalanan hidup kita akan bahagia selama-lamanya.

AKU SANGAT SAYANG KALIAN. J J J

Rabu, 07 Oktober 2015

Waktu.



            Ya Tuhan, memang waktu telalu cepat berjalan. Kita Cuma mampu mengikuti kemana arah dia pergi, cepat atau lambat, senang atau tidak kita terus berjalan mengikuti waktu. Sebenarnya tidak ada definisi yang tepat untuk waktu, satuan waktu memang jelas sudah ada dalam satuan fisika yang sebagian bilang bahwa satuan itu hanya imaginer untuk memudahkan manusia menentukan waktu, detaknya juga terartur dan telah dihitung sedemikian rupa. Hanya saja perasaan setiap orang berbeda dalam melawati waktu, ada yang merasa waktu terlalu cepat berlalu ketika sedang berbahagia, sebagian merasa waktu terlalu lama ketika sedang dalam kebosanan, kesepian. Waktu bergantung pada moment yang dihadapi oleh setiap orang.
            Seperti kemarin ketika kami semua sedang berkumpul, seorang tetanggaku menegurku lembut.
            “Ya ampun Ika, sekarang udah besar ya. Perasaan baru kemarin ngangkutin abu gosok di warung ibu sampe ludes. Hahahaha.”
            “Itu bukan aku, Bu. Itu kelakuaannya si Ani.”
            “Oiya, itu Ani ya. Oh, kalo Ika mah yang mandi sama bebek ya sampe korengan semua.”
            Salah satu dari mereka nyeletuk, “Kalo orang mah mandi pake bebek-bebekan. Kalo Ika mah pake bebek beneran. Besok-besok mandinya pake kambing. Hahahaha.” Semua tertawa sementara aku hanya bisa tersenyum simpul.
            “Gak berasa ya sekarang udah gede, udah kerja. Perasaan kemaren masih suka lari-larian sama Adam, Aris, Marni sama si Nonon. Eh, bentar lagi mau nikah. Kapan Ka mau nikah? Marni udah nikah. Ika mau kapan? Udah punya calon. Ika gak pernah keliatan punya pacar. Hahahaha.”
            Isshhh kepo. “Kapan ajalah, kalo jodohnya udah siap ngelamar aku. Hahahaha.” Jawabku pendek karena tak tahu harus berkata apalagi. Aku segera meninggalkan mereka yang masih sibuk bercakap-cakap, menikmati malam sendirian.
Sejak kecil aku berada di sana, banyak moment yang terekam di tempat itu. Aku masih mengingat dengan jelas bagaimana aku dan teman-temanku berlari, bersembunyi dan memetik jambu, buah cermai atau melempari mangga milik tetangga. Aku masih mengingat bagaimana rasanya dipeluk, dibelai lembut oleh ibuku setiap ingin tidur. Aku masih ingat bagaimana ibu bercerita tentang Batu Belah Batu Bertangkup dan Nenek Geregap sebagai dongeng penghantar tidurku. Aku masih mengingat bagaimana rasanya dijunjung tinggi oleh ayahku di atas bahunya. Aku merasa sangat tinggi, tinggi sekali dan bahagia.
Aku kangen masa kecilku, saat ibu menyisir rambutku sehabis mandi dan memakaikannya jepitan. Aku kangen ketika aku disuapi ibu makan dan ibu bilang makan yang banyak supaya cepat besar dan pintar. Aku kangen dengan mainan buatan ayahku.
Ya, aku memang cepat besar dan kalianpun begitu. Kalian bertambah tua dan mulai memiliki keriput di wajah. Karena kita terus berjalan mengikuti kehendak waktu. Cepat atau lambat yang kita rasa tentang waktu, waktu telah memiliki aturannya sendiri ia berdetak dengan pasti pada detik jam. Hanya saja moment yang kita lalui yang membuatnya terasa cepat atau lambat. Itu masalah hati yang tak pernah ada landasan tolak ukurnya.
Jadi apakah waktu itu? Apa sebenarnya waktu itu ada?
Jadi bagaimana jika waktu hanya ilusi dan kita dipercayakan oleh rumus fisika selama ini.
Tapi mengapa aku cepat menjadi dewasa dan lekas mati?
Tapi mengapa, waktu itu abadi dengan segala kenangan yang ia simpan.

Senin, 05 Oktober 2015

Ibu



Bu, maaf jika aku belum bisa membahagiakanmu. Aku sedang berusaha sekarang, untuk kebahagiaan kita, untuk ibu, adik-adik dan bapak. Jangan marahi aku kalau pulang terlalu malam, karena kadang aku kesulitan menemukan jalan pulang, karena terkadang aku juga meraba-raba ingatan arah rumah kita.
Aku tahu ibu khawatir denganku, bagaimana keselamatanku. Tenang Bu, aku bisa menjaga diri, aku juga bisa bela diri. Hanya saja mungkin ibu khawatir karena otakku yang bermasalah, ibu pasti khawatir kalau aku tersesat di jalan. Terkadang aku memang suka terjatuh, tapi jangan khawatir aku bisa langsung bisa bangkit kembali. Aku juga punya teman untuk aku gandeng atau tempat untuk berpegangan kalau aku tiba-tiba seperti hilang keseimbangan. Percaya padaku, aku baik-baik saja.
Ibu, aku sudah besar. Aku punya kekuatan sendiri untuk melawan, walau terkadang aku memang butuh bantuan. Aku memang yang paling lemah diantara keluarga kita. Tapi percayalah aku bisa mengatasi kesulitanku sendiri. Ibu jangan terlalu khawatir padaku, itu membuatku juga semakin khawatir pada ibu. Tolonglah, pikirkan kesehatan ibu juga.
Ibu, maaf selalu membuatmu khawatir. Harusnya aku yang khawatirkanmu, harusnya aku yang menjagamu. Ibu, aku akan berusaha terus ada disisimu, merawat hewan-hewan ternak kita yang beranak pinak. Aku akan menjaga ibu, kita akan saling menjaga seperti aku kecil dulu. Kali ini gantian aku yang menyisir rambut ibu, aku yang akan menyuapi ibu makan. Bu, aku akan ganti semua waktu yang pernah kita sia-siakan, waktu yang harusnya aku lewati bersamamu.
Tapi, bukan sekarang Bu. Beri aku waktu sedikit lagi untuk menyiapkan kebahagian kita. Tapi, Aku akan atur waktu agar sesering mungkin berada di dekat ibu, di dekat adik-adik dan bapak.
Ibu, maaf. Mungkin kebahagian kita tidak datang sekarang, tapi aku akan berusaha mendatangkannya. Secepatnya Bu. Aku tau ibu tak putus menyebutku dalam doa. Semoga Tuhan mengabulkan harapan dan doa kita ya Bu. Aamiin….