Rabu, 22 Juli 2015

Paradoks

Jakarta, 18 Maret 2015
Aku anak baru di sini, belum mempunyai teman. Beberapa anak membuat kelompoknya masing-masing untuk berbagi cerita, berdiskusi ataupun berbagi bekal. Aku duduk sendiri di belakang kelas, sambil memandang gadis-gadis yang sedang bersenda gurau. Seorang gadis melirik ke arahku mungkin karena merasa diperhatikan. Ia tersenyum manis.
Gadis itu sungguh manis, ia juga seorang periang yang disukai oleh banyak laki-laki di sekolah ini. Aku dengar dia sangat baik hati. Ya, itu terbukti kemudian saat dia menyapaku di kantin. Kami mengobrol tentang banyak hal. Darimana asalku, alasanku pindah ke sekolah ini. Percakapan kami di kantin membuat aku dekat dengannya.
Semakin hari ia semakin baik padaku, ia selalu tersenyum dan membuatku tertawa karena tingkah konyolnya. Tak aku sangka gadis semanis itu bisa bertingkah konyol juga.
Hari ini aku meminjamkannya buku kesenian katanya bukunya hilang entah kemana, aku senang dia butuh bantuanku. Kami membaca buku bersama, kami bisa lebih dekat dan lebih akrab berkat buku itu.
Kemarin ia sangat membantuku, ia menemaniku sepanjang hari karena kacamataku pecah saat aku tidur di kelas. Seseorang mungkin tak sengaja menjatuhkannya dan kemudian terinjak sampai pecah. Ia menemaniku seharian karena aku tak mampu melihat dengan jelas. Aku sangat berterimakasih padanya.
                                                                                             Jakarta, 30 Maret 2015
Hari ini ia mengajakku menonton di bioskop dekat sekolah. Aku berdebar-debar seharian, aku tau aku sedang jatuh cinta pada gadis itu. Ia bilang ini sebagai perayaan kesuksesannya mendapat nilai sempurna saat ujian. Ia akan traktir nonton dan makan. Aku bahagia sekali bisa mengenalnya.
Dari perasaan bahagia itu tiba-tiba aku sadar akan satu hal ia sangat baik, cantik dan pintar. Tiba-tiba hatiku mengkerut, minder dengan kenyataan bahwa tak mungkin aku menjadi kekasihnya sedang di luar sana banyak laki-laki yang mengejarnya. Aku tak boleh berharap banyak. Kemarin-kemarin aku mulai banyak meninggalkannya karena aku tak ingin rasa ini tumbuh semakin dalam. Aku mencoba untuk tahu diri.
Tapi aku tak bisa berhenti memikirkannya, cerita tentang ia menolong siswa kelas sebelah yang kehilangan dompetnya, mengembalikannya walaupun uang dalam dompet itu sudah raib. Ia juga menolong teman sekelas kami yang mengalami kesulitan keuangan, ia meninjamkannya dengan senang hati terus menggaung dalam telinga.
Benar-benar gadis yang baik. Seharusnya mereka bersyukur mempunyai teman seperti itu.

Jakarta, 4 April 2015
Gadis itu jatuh dari tangga, aku sungguh mengkhawatirkannya. Sebelumnya, ia mengantarku pergi ke UKS karena perutku panas terbakar selesai makan siang. Ini semua salahku tak mematuhi aturan dokter yang melarangku makan-makanan pedas.
Aku bersyukur karena ia ada di dekatku, tertidur lelap.
                                                     *****
                                                                                                Jakarta, 17 Maret 2015
Ada siswa baru di sekolah kami, ia sungguh manis. Aku berharap ia terus memperhatikanku. Aku tahu ia sedang kesepian karena belum mempunyai teman, aku tersenyum padanya. Aku pikir aku menyukainya dan mencoba mendekatinya.
Aku  tipe periang maka aku mudah mendapatkan teman. Aku juga selalu berusaha menjadi seorang gadis yang baik hati. Aku harap aku lebih banyak mendapat perhatian dari orang-orang di sekitarku. Aku butuh itu untuk pengakuan bahwa aku memang gadis yang baik.
Hari ini aku menyapanya di kantin, memulai pembicaraan kami dengan sekedar basa-basi seputar kepindahannya di sekolah ini. Ia bicara banyak dan aku senang ia begitu. Dengan begini kami bisa semakin akrab.
Untuk membuat kami semakin akrab aku memecahkankan kacamatanya, dengan begitu kami bisa saling dekat dan akrab. Aku menawarkan bantuan untuknya. Ini penting karena dengan begitu aku bisa seharian bersamanya, ia akan membutuhkanku. Aku hanya ingin menjadi gadis yang baik untuknya.
Aku bertingkah konyol hanya untuk membuatnya tertarik padaku, dia tersenyum lebar dan tertawa terpingkal-pingkal karena mendengar leluconku. Aku bahagia melihat ia tertawa.
Aku akan meminjam buku keseniannya besok hari, dengan alasan bukuku hilang entah kemana. Dengan begitu kami bisa membacanya bersama-sama, ia akan ada di sisiku. Kami bisa dekat, kami bisa bicara banyak dan aku dapat menatap wajahnya lamat-lamat. Aku menyukai itu, aku harap ia juga sama.
                                                                                               Jakarta, 29 Maret 2015
Aku mengajaknya pergi ke bioskop besok dan ia mau. Menraktirnya makan dan nonton film. Aku benar-benar tak sabar menantikan esok hari. Ia turut bahagia dengan keberhasilanku mendapat nilai sempurna. Aku jadikan itu alasan untuk mengajaknya pergi. Hanya berdua. Romantis sekali.
Tiba-tiba aku takut kehilangan dia. Akhir-akhir ini ia mulai mendapat teman, ia sering meninggalkanku untuk pergi dengan teman-temannya. Aku sedih. Aku ingin ia juga menghabiskan waktunya bersamaku. Benar-benar takut. Aku takut tak bisa menjadi gadis yang baik untuknya, menjadi yang pertama hadir saat ia kesulitan. Aku takut tak bisa menjadi yang terus di sisinya.
Aku mengajaknya pergi karena kebetulan tadi teman sekelasku mengembalikan uang yang dipinjamnya beberapa waktu yang lalu. Aku meminjamkannya dengan senang hati kepada temanku yang kesulitan. Sebelumnya aku mengambil dompet siswa kelas sebelah yang sedang berganti pakaian olahraga dan aku mengembalikannya setelah sebelumnya aku ambil seluruh uangnya. Aku tak suka ia memamerkan hartanya di depan siswa lain sementara teman sekelasku sedang kesulitan ekonomi, aku hanya ingin menjadi gadis baik yang mengajarkannya arti kehilangan walaupun ia masih bisa merengek minta uang pada ibu bapaknya. Tapi setidaknya ia bisa mempelajari satu hal dari kejadian itu.
Aku suka menolong temanku yang kesulitan, ia tampak bahagia sekali mendapat pinjaman uang dariku. Aku juga bahagia telah menjadi gadis yang baik untuk banyak orang bukan hanya kepada laki-laki itu.
Aku akan terus berusaha untuk menjadi gadis yang baik.
Jakarta 4 April 2015
Aku tahu laki-laki itu tak bisa makan-makanan pedas, tapi aku mengajaknya makan-makanan pedas saat istirahat makan siang. Beruntung ia menyanggupinya. Aku begini karena hanya ingin ada di sampingnya, merawatnya dengan sepenuh hati saat ia sedang sakit. Menjadi yang terus disisinya dalam keadaan apapun, tapi ia mulai sering meninggalkanku. Maka hal ini harus aku lakukan agar ia tetap dekat denganku, agar ia tahu bahwa aku benar-benar peduli padanya.
Aku memapahnya ke UKS selesai makan siang karena ia merasakan rasa panas terbakar di perutnya. Aku selalu ada untuknya, aku memapahnya sambil berusaha menenangkan laki-laki itu, membuat ia lupa rasa sakitnya. Aku menemaninya sampai bel istirahat dibunyikan, artinya aku harus kembali ke kelas. Tapi aku tak mau kehilangan saat-saat seperti ini. Ia juga menyuruhku kembali ke kelas. Aku berat hati menurutinya.
Aku benar-benar dilema, ia sedang terbaring sakit.
Ah, tidak dia bahkan sering meninggalkanku.
Hanya aku yang terus memikirkannya.
Aku juga ingin ia sama khawatirnya seperti aku.
           Tapi aku tak butuh alasan itu, aku hanya ingin ia terus di sampingku.
          Tapi cinta bukan hanya perjuangan satu orang saja. Aku ingin ia mencintaiku juga, aku ingin ia mengkhawatirkan aku juga.
           Tapi aku hanya butuh ia di sampingku, aku hanya butuh ia tetap bersamaku.
      Di anak tangga ke-17, aku menjatukan diriku. Agar aku bisa bersamanya, menghabiskan seharian penuh bersamaku. Tanpa siapa-siapa. Hanya kami berdua. Aku tersenyum sebelum semuanya menjadi gelap.
       Akhirnya aku tau, ia juga mengkhawatirkanku. Ia peduli pada gadis ini. Ia bilang, aku gadis yang sangat baik. Bahagianya.....

*****
Jakarta, 5 April 2015

        Akhirnya aku tau, ia peduli padaku. Aku katakan padanya, bahwa ia gadis yang sangat baik dan ia tampak bahagia lebih dari biasanya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar