Senin, 30 Juni 2014

Namaku: Ika Septiana Sanel

Hai, namaku Ika Septiana Sanel. Teman-teman SD sampai SMAku memanggilku Ika, di lingkungan rumah aku di panggil Ayu Ika, Sedangkan di kampus teman-temanku biasa memanggilku Sanel. Ada panggilan lainnya lagi Hanako-san, itu panggilan sahabat-sahabatku dari masa kanak-kanak.

Banyak orang yang bertanya-tanya tentang namaku tersebut, kenapa harus Ika Septiana Sanel kenapa tidak Septiana Sanel Ika atau Sanel Ika Septiana. Kenapa Harus ada nama Sanel? Itu nama keluarga atau apa? Baiklah akan jelaskan satu persatu di sini.

Aku lahir di Jakarta, 18 September 1993 sebagai anak pertama. Awalnya keluarga dari ibuku ingin memberikan aku nama Maria Sanel artinya Wanita Suci dengan Cahaya Keemasan. Tetapi, dari keluarga ayahku ingin memberikan nama Indonesia, bukan nama orang-orang barat seperti pada keluarga ibuku. Maka keluarga ayahku ingin memberikan nama Ika Septiana yang artinya Anak perempuan pertama yang lahir di bulan september, kurang lebihnya seperti itu.

Masalah kenapa harus Ika Septiana Sanel, bukan Sanel Ika Septiana atau Septiana Sanel Ika karena namaku diciptakan dari dua buah keluarga yang berbeda keyakinan, maka nama Sanel hanya merupakan tambahan dari keluarga Ibuku yang telah kalah berdebat dengan keluarga ayahku. Maka nama Sanel ditaruh di belakang nama awal yang diberikan keluarga ayahku. (Jadi, kebayang kalau namaku gak punya tambahan Sanel di belakangnya, pasti susah nyari di pertemanan karena ada berapa juta umat yang namanya Ika Septiana, tapi dengan adanya nama Sanel itu sangat membantu pencarian.)

Mengapa harus Sanel? Itu nama keluarga atau apa? 
Sebenarnya, ada banyak versi tentang nama ini. Tapi yang sampai sekarang aku gunakan adalah yang memiliki arti Cahaya Keemasan.

  1. Nama Sanel di ambil dari bahasa Jepang yaitu Saneru yang artinya Cahaya Keemasan. Ini yang aku gunakan sampai sekarang, ketika ada yang bertanya.
  2. Nama Sanel merupakan singkatan dari San dan Elli, nama kedua orang tuaku.
  3. Nama Sanel diambil dari nama tumbuhan di Argentina ''Channal'' ( Semak Berduri dengan Bunga yang Indah dan Buah yang Manis, hanya tumbuh di Argentina).
  4. Nama Sanel diambil dari bahasa Prancis yang artinya Air yang mengalir.
  5. Nama Sanel diambil dari nama Coco Chanel seorang perancang busana asal Prancis. (Ini tidak shahih, karena ini menurut bibiku. sedangkan Orang tuaku bukan orang yang melek mode.)
  6. Nama Sanel diambil dari bahasa Eropa (entah negara apa) yaitu Szchaneulle yang artinya Cahaya keemasan/Kejayaan.
Nah, begitulah asal muasal nama Ika Septiana Sanel, yang banyak dipertanyakan orang. Tapi, aku lebih suka dipanggil Sanel. Karena artinya bagus-bagus. Hehehehe.

Surat Rindu

Jakarta, 21 Juni 2014 

Hai untuk kau yang bernama rindu.

Aku kirimkan surat ini padamu, melalui mimpi dan doaku. Sebagai tanda bahwa aku telah mengirimkan rinduku padamu. Agar rinduku juga milikmu. Aku tak ingin merindu sendiri, ingin kubagi denganmu juga. Agar kau juga merasa, tidak hanya aku yang merasa.

Sekarang kau tau bahwa aku merindu. Sekarang terserah kau. Ingin kau apakan rinduku. Ingin kau abaikan, atau turut merakankan. Terserah. Yang pasti telah aku sampaikan rinduku padamu.

Dan saat ini aku hanya ingin berkata Terima Kasih, karena telah sudi membaca suratku.

Tertanda 


Aku yang Merindukanmu 

Diary: 28, 29, 30 Mei 2014

Jakarta, 28 Mei 2014 

Aku melihatnya tersenyum!
Sungguh, baru kali ini aku melihatnya tersenyum!
Indah sekali, Tuhan...
INDAH SEKALI.
Seandainya ada aku, dibalik senyum itu.
Seandainya.

Aku Gak Mau Lupa Hari Ini 

Hari ini dunia sangat indah
Mendung, daun berguguran dan entah karena apa.
Ia berpakaian sangat rapi hari ini.
Aku suka ia berpakaian seperti itu.
Aku seperti melihat dia yang lain.


Jakarta, 29 Mei 2014 

Dia masih berpakaian rapi seperti biasanya, eh bukan maksudnya kaya kemarin. Tadi, aku, Oase sama Rini berpapasan sama dia di jalan. Disangka Oase itu bukan, kalau aku sih udah tau kalau itu dia, tapi pura-pura cuek aja, dia lagi ngerokok kaya biasa. Duh...

Tapi keren sih. Kapan ya, aku bisa ngeliat dia gak ngerokok? Tapi sebelum kami terlalu jauh dari dia, Oase langsung heboh sama penampilan dia. Kira-kira dia denger gak ya? Tapi kan dia pake headset.
Tapi tetep aja kan takut dia denger.
Duhh.... -___-


Jakarta, 30 Mei 2014 

Dia gak ngerokok hari ini.. (Aku gak liat dia ngerokok). Yeay.. Doaku terkabul.
Tapi dia kembali ke gaya asalnya.

Sweater yang kemudian entah dia dapat dari mana, dia ganti jadi pake jaket hitam, kaus, jeans, gak lupa aksesorisnya -Topi-, kurang kacamata yang suka dia pake kemana-mana.

Dia ganti gaya jadi begitu, gara-gara emang gak ada kuliah yang ngewajibin pake baju rapi atau karena denger omongannya Oase ya? Duh, jadi gak enak kalau sampe karena denger omongannya Oase.

Terus tadi hujan turun, jadi ngerasa kaya di film Love Rain deh. Tapi bukan Jang Geun Suk atau dia yang di samping aku, tapi Siska Pecek. Duilah.. Semoga suatu saat dia ya yang payungin aku, bukan Siska Pecek Lagi. Hehehehe. ^.^

Diary: 29 April 2014

Menatap purnama pada matamu
Kelam langit dan parau suaramu
Malam yang manis pada jarak meja kita
Ah.. Malam yang manis tanpa bulan dan lilin
Hanya ada aku, kau dan deru ombak
Biarkan yang lain, cukup aku, kau serta api lampion yang kau minta
Biarkan malam itu mengabadi dalam ingatanku,
Kau yang entah mengingat apa,
Dan semesta yang merekam segala


Jimbaran, 30 April 2014

Aku ingin mendengar suaranya, aku ingin mendengar ia bernyanyi sekali lagi, sekali lagi dan seterusnya sekali lagi.

Malam ini, baru aku tahu namanya. Namanya, ah sudahlah tak usah disebut. Ia bernyanyi malam ini. Lalu, itu menjadi kesempatanku bertanya, siapa dia. Aku suka suaranya. Parau namun lembut. Apalagi saat dia meminta api lampion karena ingin menyalakan rokoknya. Aku menatap wajahnya lamat-lamat ditimpa cahaya lampion. Astaga.. Jantungku langsung berdegub kencang. Sebelum malam ini, aku beberapa kali melihatnya, tapi semuanya sama dengan gaya acuh tak acuhnya ia selalu merokok. Tapi sungguh aku suka dia bahkan sebelum malam ini, hanya saja yang kemarin-kemarin itu aku hanya suka-suka biasa, belum pakai perasaan, aku suka hanya ketika aku melihatnya setelah itu lupa. Tapi malam ini, sungguh ia menguasai tiga perempat pikiranku.

Pikiranku selalu melayang pada pementasannya beberapa bulan yang lalu. Pada wajah yang tak pernah aku tahu bagaimana rupa senyumnya. Sungguh, aku tak pernah melihatnya tersenyum. Bahkan, kalau bukan karena malam ini, aku mungkin tak akan pernah tahu namanya. Malam ini sungguh manis, walau aku tahu lagu itu bukan untukku. Tapi, semoga saja dia mau bernyanyi untukku suatu saat nanti. Semoga.

Jangan Pernah Menuntut Pria Membuktikan Cintanya!

Aku pernah membaca buku tentang masalah hubungan antara laki-laki dan perempuan, dalam buku itu dituliskan bahwa: Jangan pernah menuntut seorang pria untuk membuktikan cintanya, karena untuk membuktikan cintanya seorang pria akan mendaki gunung, menyeberangi samudra dan melewati gurun pasir, namun setelah itu ia akan begitu saja meninggalkan wanita yang dicintainya, dan karenanya bersiaplah untuk menyesal.
            Begitulah, kalian para wanita pasti akan menyesal ketika kalian ditinggalkan oleh pria yang mencintai kalian hanya karena kalian merasa dia tidak mencintai. Padahal sebenarnya hanya dengan cara ia membawakan barang-barang kalian tanpa diminta ia sudah membuktikan cintanya dengan cara sederhana yang bisa ia lakukan. Mungkin bagi kalian para wanita hal itu sangatlah biasa, atau kalian memang berpikir itu sudah kewajiban mereka para pria. Tapi sebenarnya tidak begitu, mereka para pria memberikan perhatian-perhatian kecil pada kalian yang mungkin kalian tak sadari, hingga membuat kalian merasa tidak dicintai. Lalu kalian para wanita meminta mereka para pria membuktikan cintanya. Para pria mungkin akan bersedia melakukan apapun untuk wanita yang dicintainya. Asalkan wanita itu bahagia.
            Ketika wanita menuntut pembuktian cinta, para pria berpikir mereka sudah gagal dalam menjalin hubungan. Otak pria yang dirancang untuk memperbaiki dan memberikan solusi terhadap suatu masalah, akan berpikir keras untuk memperbaiki kegagalannya. Agar pasangannya merasa bahagia. Maka, para pria yang merasa gagal membahagiakan pasangannya akan melakukan apapun, untuk memperbaiki hubungannya. Tapi, ketika pembuktian itu ternyata belum mampu membuat pasangannya bahagia, ia akan merasa lebih gagal. Lalu, berusaha melakukan segalanya hingga pasangannya itu tercengang. Namun, ketika para wanita itu tengah mengawang dan merasa dijunjung tinggi oleh pengorbanan pasangannya, pria itu akan pergi setelah melakukan segalanya. Ia telah berusaha membuktikan segalanya, namun ia tetap merasa sebagai orang yang gagal. Dan pria benci dengan kegagalan.
            Maka, hargailah pasangan anda ketika ia memberikan perhatian kecil seperti membawakan barang-barang kalian, memuji kalian dan sebagainya. Lalu, balaslah perhatian itu dengan pujian bahwa ia baik sekali, kamu hebat dan sebagianya. Jangan pernah remehkan apapun yang ia lakukan sekecil apapun itu, hargailah perhatian kecilnya. Maka, ia akan merasa menjadi pria yang paling beruntung telah memiliki kalian.

            Dan ingatlah, JANGAN PERNAH MENUNTUT SEORANG PRIA MEMBUKTIKAN CINTANYA!!

Minggu, 29 Juni 2014

Jakarta - Jimbaran Balik Lagi ke Jakarta

Jakarta, 29 Juni 2014

Malam ini di tanggal yang sama dengan malam itu tanpa bulan, aku kembali mengingatmu. Malam itu di antara suara debur ombak dan suara riuh manusia, aku menyimakmu, bernyanyi. Suara yang tak akan aku lupa, dan untuk pertama kalinya aku merasa kita terlalu dekat. Kau meminta api pada lampionku untuk menyalakan rokokmu. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, semenjak saat itu aku tak lupa bayanganmu.
                                                                                                Jakarta, 29 Mei 2014

Aku teringat kembali senyummu di hari kemarin, sungguh manis. Senyum pertamamu yang aku lihat.

Jimbaran, 29 April 2014

            Pagi-pagi sekali setelah lelah beraktivitas di hari senin, ini hari kedua kami di Bali aku bangun lebih awal dari teman-temanku. Dan terkejut melihat dua orang temanku tidur di lantai kamar hotel dengan beralaskan sajadah. Rupanya mereka menginap di kamarku dan tak kembali ke kamar mereka masing-masing. Aku memutuskan membiarkan mereka tetap terlelap sementara aku langsung pergi mandi sebelum teman-temanku bangun. Barulah sesudahnya aku membangunkan mereka satu persatu.
            Hari kedua kami di Bali ini terasa sangat membosankan, tidak seperti hari kemarin. Tetapi, esok hari terakhir kami di Bali. Sehingga sebisa mungkin kami harus menikmati semua ini sebelum akhirnya kami akan berkutat lagi dengan aktivitas rutin kami di kampus.
Dimulai dengan berbelanja oleh-oleh di toko Krisna, lalu beranjak ke pantai Tanjung Benoa. Aku sungguh bosan di tempat ini, aku tidak merasakan ada hal yang istimewa. Aku terus mengeluh karena udara yang sangat panas dan es kelapa yang tak enak rasanya. Ada banyak penjual bakso di sana, aku mulai rindu dengan makanan favoritku itu tapi terlalu takut untuk membeli walaupun tertulis halal di sana. Setelah bertanya kepada guide ternyata katanya halal, lalu beberapa dari kami memutuskan untuk membeli walaupun rasanya tidak seenak bakso di jakarta, karena memang bukan di buat dari daging sapi, mungkin diganti dengan daging ikan atau ayam.
Setelah jam berkunjung usai di pantai Tanjung Benoa kami melanjutkan perjalanan ke pantai Pandawa. Aku mengaggumi pemandangan di sana, sungguh indah. Aku dan teman-temanku menikmatinya dengan bermain cannoe, tapi di pantai itu aku melihat seseorang yang mulai menarik perhatianku. Dia duduk sendiri ketika itu, aku mengamatinya dari balik pohon beringin. Aku terus mengamatinya sampai aku ditarik oleh temanku. Mungkin temanku itu tidak tahu bahwa aku sedang memperhatikan dia. Aku tak tahu apa dia menyadari hal itu, karena saat itu dia memakai kacamata hitam. Aku beranjak pergi.
Usai dari pantai pandawa, akhirnya tibalah saatnya untuk kami Makrab. Kami bersiap tampil sebaik mungkin untuk acara ini, karena kami pikir inilah puncak dari acara KKL kami ini. Dan malam keakraban ini telah dipersiapkan sebaik mungkin.
Aku bersama tiga orang teman sekamarku, berlaku sama dengan teman-teman lainnya mempercantik diri hingga bisa tampil seanggun mungkin, setelah aku ingin menangis karena masalah dress dan wajahku yang terbakar dan mengelupas karena seharian bermain di pantai tanpa sunblock. Akhirnya dengan pertolongan dari teman-teman sekamarku, aku bisa merasa percaya diri lagi padahal sebelumnya aku tidak ingin hadir di acara itu, dan memilih untuk berdiam diri di kamar saja. Kami berdandan terlalu lama, hingga tak terasa bahwa teman-teman yang lain sudah menunggu di Bus dan teman-teman kami yang dari bus lain sudah berangkat meninggalkan bus kami. Jadilah, aku dan teman-teman sekamarku disumpah serapahi teman-teman satu bus. Aku merasa sangat bersalah malam itu, dan aku memilih untuk diam. Bahkan saat guide bus kami menjelaskan tentang pantai jimbaran aku tidak mendengarkan, karena aku diliputi perasaan kecewa terhadap diriku sendiri. Aku pikir malam itu menjadi tambah tidak menyenangkan ditambah lagi aku sedang PMT (Pre Menstruation Tention), semua jadi terasa begitu menyebalkan hari itu.
Pantai jimbaran, tanpa bulan. Setelah berfoto untuk untuk kenang-kenangan, kami pun diantar ke pantai lalu mencari tempat duduk masing-masing. Dan kulihat di atas panggung, ada dia. Aku agak terkejut mendengar suaranya, suara parau. Dari dulu aku menyukai suara parau, bahkan aku sering menceritakan laki-laki bersuara parau dalam cerpen dan puisiku. Aku merasa ia adalah tokoh dalam cerpen atau puisiku yang benar-benar hidup. Aku menikmati pemandangan itu, bukan pantai tapi dia. Bahkan, aku lebih tertarik pada derai suaranya dibanding dengan suara debur ombak yang selalu aku cinta selama ini. Dia bernyanyi, aku merasa punggungku panas diliputi sesuatu yang entah apa namanya. Aku merasa berbeda malam itu, aku yang dulu selalu datar mulai menunjukan grafik meningkat. Teman-teman disekitarku mulai mengeluh bahwa malam itu membosankan, tapi tidak bagiku. Aku merasa seperti terlahir kembali. Aku tak bisa berhenti tersenyum.
Ketika acara tukar kado dimulai, dan semua orag maju ke depan panggung aku kembali menemukannya dalam naungan kacamata hitam, hingga aku tak tahu ia sedang memandang apa. Yang aku tahu dia telah menguasai tiga perempat pikiranku malam itu, mataku tak bisa beralih fokus. Dan beruntung, aku ini wanita. Aku mampu memperhatikan orang tanpa harus melirik kepada objek yang dituju, hingga kecil kemungkinan ia tahu bahwa aku sedang mengamatinya tanpa suara semenjak tadi.
Acara penutupan, penerbangan lampion. Aku memberanikan diri memegang lampion bersama seorang teman sekelasku. Aku tahu, aku takut api yang besar. Tapi malam itu seperti yang kubilang tadi aku terlahir kembali sehingga aku memberanikan diriku menerbangkan lampion. Aku menjerit ketakutan, karena semakin lama api yang terlatak di depan mataku kian membesar. Tapi, kalau aku lepas lampion itu, maka ia akan terbakar dan aku sudah dapat dipastikan akan disumpahi teman-temanku. Aku kuatkan diriku, aku memejamkan mata agar tak takut lagi.
Aku membuka mata, ketika aku merasakan seseorang hadir disampingku. Ternyata, DIA. Aku melihatnya, menyulut rokok pada api lampionku. Aku terus mengamatinya tanpa berkedip, jarak antara aku dan dia hanya sejengkal. Lalu, aku merasakan jantungku hampir meledak seluruh punggungku panas. Lebih panas dari api lampion itu. DEGH! Aku menyadari bahwa aku benar-benar telah terlahir kembali. DEGH! Aku jatuh cinta. Mungkin, karena merasa diperhatikan ia mengucap maaf, aku menahan senyum melihatnya kikuk di depan kami berdua. Lalu, ia mencoba menyalakan rokoknya sekali lagi sebelum akhirnya beranjak pergi dan meminta api pada teman laki-lakinya yang tak akan mungkin menatapinya seperti itu. Aku menatapi punggungnya ketika ia berbalik, menahan senyumku agar tidak ada yang tahu bahwa aku telah menjadi manusia yang berbeda malam itu. Aku bukan lagi arca berwajah datar tanpa emosi dan perasaan seperti yang dikatakan teman-temanku selama ini. Aku telah menjelma menjadi manusia normal yang kasmaran.
Karena terus menatapi punggungnya, aku tak menyadari bahwa lampion yang kupegang ternyata sudah ingin terbang, aku melepas lampion itu ke angkasa sambil terus menyebut namanya dalam hati. Nama yang baru aku tahu beberapa menit lalu saat ia bernyanyi, dan aku bertanya pada seorang temanku, siapa dia? Tanpa perlu banyak pertanyaan yang mengundang curiga banyak orang, temanku telah bercerita banyak tentangnya. Aku berteriak pada lampion itu, meneriakan harapan dan doa untukmu, untukku juga. Dalam hati, aku berdoa pada Tuhan. Aku tak mau lupa malam ini, aku ingin mengingat semuanya. Aku tak tahu malam itu, dia berdoa tentang apa. Aku tak tahu, malam itu ia ingin mengingat apa. Setelah itu, aku tak pernah berhenti tersenyum. Aku mulai melihat dia dimana-mana, entah hanya ilusi semata atau memang ia nyata ada di sana. Aku mulai bergumam pada diriku sendiri, mengapa tak sejak awal aku jatuh cinta padanya, mengapa harus sekarang di saat kami sebentar lagi akan berpisah, di saat perkuliahan kami akan selesai. Sungguh ini akan sangat menyiksa, karena aku pasti akan meridukannya. Tiba-tiba, aku tak ingin malam ini berakhir, aku tak ingin segera mengakhiri perjalanan ini. Aku tak ingin berpisah.
                                                                                              
  Jakarta, 29 Juni 2014


Malam ini, aku merindukannya. Namun, rasa itu mulai membiasakan dirinya sekarang. Aku menerbangkan sepucuk doa padanya, semoga ia baik-baik saja di sana.