Kemarin, aku kembali bermimpi
tentangmu. Kita duduk berdua membicarakan apapun yang pernah terlewatkan. Tapi
ada yang berubah, sorot matamu. Tak lagi hangat, tak lagi menatap mataku.
Walaupun kita berdekatan tapi ada jarak yang rasanya jauh sekali.
Kemarin aku berjalan
bersamamu, tak lagi bergandengan tangan di tempat yang pernah kita kunjungi
dulu. Kita berjalan masing-masing dan sibuk dengan pikiran sendiri-sendiri.
Kamu rasanya begitu jauh walau hanya berjarak kurang dari setengah meter
dariku. Ada tembok yang menghalangi kita, mungkin egoku atau egomu,
jangan-jangan ego kita berdua.
Pertemuan kita rasanya terlalu
hambar, nyaris selewat seperti mimpi biasa. Aku yang menekan perasaanku sekuat
mungkin terhadapmu hanya untuk membuat kamu tetap merasa nyaman saat kita duduk
semeja. Kamu tau? Aku selalu sengaja berjalan di depanmu hanya karena tak mampu
lagi melihat punggungmu. Tak kuat jika harus terkenang semua yang menjadi
identitasmu.
Aku berusaha sekuat mungkin
terlihat biasa, bersikap wajar di depanmu.
Kamu harus merasa nyaman.
Kamu harus tetap tersenyum
kepada yang lain, tak perlu kepadaku. Itu hanya membuat hatiku semakin terbakar
karena aku belum bisa bersikap wajar. Kamu tak perlu tersenyum kepadaku karena
kamu hanya akan membangunkan mimpi-mimpiku kembali, aku telah bersusah payah
menguburnya.
Senyummu yang kemarin masih
membekas, aku harap itu menjadi pertemuan kita yang terakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar