Seharusnya dunia ini begitu indah.
Seharusnya hidupku ini penuh
bermakna.
Takkan gundah jiwaku bila kau
bersamaku.
Takkan perih batinku ini, bila
kaupun milikku.
Seharusnya dunia ini.
Milik kita berdua.
Aku
teringat akan lirik lagu itu, ketika tanpa sengaja aku menyenandungkannya
sambil terus mengetik lembar demi lembar sepersi. Dulu lirik lagu itu pernah dituliskan
seseorang untukku, aku menemukannya di lembar buku catatanku. Entah siapa yang
menyelipkannya di sana. Aku tak pernah tahu sampai hari ini.
Harus
aku sebut apa orang yang menyelipkan lirik lagu itun di sana. Apa harus aku
sebut sebagai pengagum rahasiaku? Hehehe. Kepedean ya?! 6 tahun berlalu,
setelah aku menemukan lembaran lirik lagu itu. Aku masih belum mengetahui siapa
dia. Mungkin ia telah lupa denganku. Kadang aku suka berandai, seandainya aku
tahu siapa pengagum rahasiaku itu. Aku harus bertindak apa? Aku harus
berekspresi bagaimana? Tiba-tiba aku menggila.
Tapi
saat aku kelas 9 SMP, aku pernah mendapat kiriman coklat dari seseorang. Sayangnya
beberapa bulan sebelum kami lulus. Aku mengetahui siapa orang yang mengirimiku
coklat di hari valentine. Katanya ia mengagumiku sejak kami kelas 7 dulu. Ia sering
diam-diam menatapiku saat di kantin. Diam-diam mencuri pandang saat kami baris sejajar
saat upacara. Dia hapal semua rutinitasku, ia tahu bahwa aku dulu pernah memenangkan
lomba melukis. Dia tahu bahwa aku sangat suka menyanyi namun selalu gugup jika
bernyanyi di depan orang lain. Dia sering mengunjungi kelasku dengan alasan
ingin mengajak temannya makan bersama. Tanpa sedikitpun aku tahu dan merasa
bahwa dia diam-diam memperhatikanku.
Barulah
saat kelas 9 kami dipertemukan dalam kelas yang sama. Ia buru-buru menempati
kursi di depanku. Agar bisa mengajakku bicara. Namun sayangnya, wali kelas kami
menyuruhnya pindah ke barisan lain. Karena kami sering buat ulah di kelas. Sering
mengobrol saat jam belajar sedang berlangsung.
Aku
tidak menyangka bahwa ia mengagumiku semenjak kami kelas 7, padahal aku tak
pernah sedikitpun tahu siapa dia. Dan aku sangat menyukai caranya mengagumiku.
Lalu
pada saat aku SMA, aku mendapatkan coklat (tapi aku tak bisa menyebutnya
sebagai pengagum rahasia, karena jelas-jelas ia menggombaliku di depan banyak
orang sampai aku ingin muntah jika ia meneruskannya di telpon.) dan sebuah
puisi. Dia mahasiswa IKJ yang sampai hari ini sepertinya belum lulus. Tapi aku
masukkan ke daftar pengagum rahasiaku (yailah. Bodo amat ah. Dibilang kepedean)
karena awalnya ia malu-malu. Diam-diam memperhatikanku. Sampai akhirnya tanpa
malu-malu lagi, ia mendekatiku dengan sejuta rayuan maut dan puji-pujian. Bukannya
membuat hatiku luluh, aku malah keburu ilfeel terhadapnya. (Maaf Kakak)
Ada
pula yang setiap malam menelponku dengan nomor yang sama, atau paling tidak
nomor itu mengirimkan sms yang berbunyi. “Aku sangat menyayangimu. Namun aku
tahu ini sangat tidak mungkin.” Selalu sama isi sms yang dikirimkan nomor itu. Pernah
aku balas smsnya, namun tidak dibalas. Aku pernah menelpon nomor itu, namun
tidak diangkat. Karena merasa risih, akupun mengganti nomor handphoneku.
Saat
semester satu dulu, aku pernah menemukan sekuntum mawar merah di tasku. Entah dari
siapa itu. Aku baru mengetahui bahwa ada bunga mawar di tasku ketika aku sedang
mencari uang. Akupun langsung digoda oleh supir angkot yang aku naiki. Katanya,
“Ada yang kesengsem tuh sama Neng. Ah, cupu banget tuh orang. Kalo Mamang mah
langsung tebak, beres. Mau diterima. Ditolak. Bodo amat. Yang penting mah hati
lega. Kagak usah ayam-ayaman gitu.” Aku masih tidak mengerti arti dari
ayam-ayaman. Aku Cuma tahu arti dari kucing-kucingan. Mungkin sama kali ya.
Bunga
mawar itu aku simpan sampai menghitam, sebelum akhirnya dibuang oleh ibuku. Aku
sudah tidak lagi mendapatkan coklat, puisi atau bunga mawar seperti dulu. Mungkin,
aku sudah tidak lagi memiliki pengagum rahasia. Dan sekarang, aku menjadi
pengagum rahasia untuk orang lain. Setiap orang pasti memiliki pengagum
rahasianya masing-masing. Aku sudah memilikinya sewaktu dulu. Namun, terkadang
aku sering merasa bahwa diam-diam ada yang memperhatikanku. tapi, enggan
mencoba untuk dekat. Ah, mungkin aku terlalu perasa saja.